Coretan-coretan sang Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang......
Tampilkan postingan dengan label Ulumul Qur'an. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ulumul Qur'an. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Februari 2014

I'jaz Qur'an

1.Definisi I’jaz
            I’jaz ialah membuktikan klemahan.
            I’jaz ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu,lawan dari kekuasan atau kesanggupan. Apabila I’jaz telh terbukti, nampakklah kekuasaan mu’jiz yang dimaksud dengan I’jaz dalam pembahasan ini ialah:
اظهر صدق النبي فى دعوى الرسا لة با ظهار عجز العرب عن معا رضلة فى معجزته الخالدة و هى القران وعجز الاجبال بعضهم
“Memperlihatkan kebenaran nabi dalam pernyataan sebagai seorang rosul’ dengan memperlihatkan kelemahan orang arab dalam menantngnya terhadap mu’jizatnya yang kekal yaitu Al Qur’an dan kelemahan orang-orang yang dating sesudah mereka”
Dan mu’jiz adalah:
امر خارق للعدة مقرون بالتحدى سالم عن المعارضة
“Suatu urusan yang menyalahi kebiasaan yang diaertakan dengan tahaddi dan terlepas dari tantangan”
            Nabi Muhammad SAW telah meminta kepada orang arab untuk menandingi Al Qur’an. Mereka tidak mampu menentangnya, padahal mereka mempunyai kecakapan dalam balaghah. Hal ini karena Al Quran itu mu’jiz.
            Rasulullah SAW meminta meminta orang arab menandingi Al Qur’an dalam 3 markhalah atau tahapan:
a).Menerima orang arab menantangi  Al Quran dengan ushlub yang meliputi seluruh orang arab dan           orang lain, jin dan manusia, sebagaimana Firman allah SWT:
قل لن اجتمعت الا نس والجن على ان ياتون بمثل هذالقران لا ياتون بمثله ولو كان بعضهم لبعض ظهيرا
     “Katakanlah :”Sesungguhnya jika berkumpul manusia dan ijin untuk mendatangkan yang seperti                                                               Al Qur’an ini, pastilah mereka tidak dapat mendatangkan yang sepertinya, walaupun sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (QS.17.Al –isro’)
b). Nabi menantang mereka sepuluh surat saja dari Al Qur’an
ام يقولون افتراه فاتوا بعشر سور مثله مفرياث وادعوا من استطعثم من دون الله انكنتم صادقين
   “Ataukah mereka berkata, Dia (Muhammad) telahmembuat-buatnya. Katakanlah: Datangkanlah sepuluh surat yang sepertinya, yaitu surat-surat yang kamu buat-buat, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”  (QS.11, Hud: 13)
c). Kemudian Nabi Menantang dengan sebuah surat saja.
     Firman allah swt:
ام يقولون افتره قل فاتوا بسورة مثله وادعوا من استظعتم من دون الله ان كنتم صدقين
    “Apakah mereka mengatakan: Dia telah membuat-buatnya. Katakanlah, kalau benar yang kamu katakan, datangkanlah sebuah surat yang sepertinya dan panggillah penolong-penolongmu selain allah,jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. 10 Yunus:38)


            Orang-orang arab yang pantang ditantang itu tidak sanggup melakukannya meraka menyerah kalah. Dengan demikianlah terbukti lah kemukjizatannya  Al Qur’an . Kelemahan orang arab dalam menantang Al Qur’an padahal cukup syarat-syarat yang mengharuskan mereka melakukannya, adalah bukti yang nyata, bahwa orang arab tidak mampu menentang  Al Qur’an.

            Keijazan Al Qur’an tidak saja terhadap bangsa arab  bahkan terhadap segala bangsa lain, terus menerus sepanjang masa. Rahasia alam yang menerus diungkapkanoleh ilmu-ilmu modern, tidak lain hanyalah hakikat-hakikat yang tinggi yang cukup oleh rahasia ujud ini yang diterangkan dengan ringkas oleh AL Qur’an , atau diisyaratkan kepadanya. Maka Al Qur’an merupakan mu’jiz.   

Selasa, 18 Februari 2014

Al-Makkiy dan Al-Madaniy

AL-MAKKIY DAN AL-MADANIY

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: Mundhir, M.Ag.




  


Disusun oleh:
Khoirun Ni’am            (113211026)
Lia Diah Fitantri         (113211027)
M. Riza Arifiana         (113211028)



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011


Al-Makkiy dan Al-Madaniy
I.              PENDAHULUAN
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan sendi-sendi kebudayaannya. Demikian juga umat Islam sangat memperhatikan kelestarian risalah Nabi Muhammad SAW yang memuliakan semua umat manusia. Hal itu disebabkan karena risalah Nabi Muhammad SAW bukan sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya diperhatikan sepanjang diterima akal dan mendapat respon manusia. Tetapi risalah Nabi Muhammad SAW adalah agama yang melekat pada akal dan terpatri dalam hati. Oleh sebab itu, para pengemban petunjuk yang terdiri atas para sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya meneliti dengan cermat mengenai turunnya Al-Qur’an, baik dalam hal waktu maupun tempatnya. Penelitian ini merupakan pilar kuat dalam sejarah perundang-undangan yang menjadi landasan bagi para peneliti untuk mengetahui metode dakwah, macam-macam seruan, dan pentahapan dalam penetapan hukum dan perintah.[1]
  II.         RUMUSAN MASALAH
1.        Apa yang dimaksud dengan Makkiy dan Madaniy?
2.        Apa saja tanda-tanda wahyu Makkiyyah dan Madaniyyah dan bagaimana cara mengetahuinya?
3.        Bagaimana perhatian para ulama terhadap surah Makkiy dan Madaniy?
4.        Apa kegunaan mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy?
5.        Apa keistimewaan Makkiy atas Madaniy?
 III.      PEMBAHASAN
A.      Pengertian Al-Makkiy dan Al-Madaniy
Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah, pendapat tersebut terbagi menjadi tiga, di antaranya:
Pertama, pendapat paling masyhur, Makkiyyah yaitu wahyu yang turun sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah Nabi Muhammad SAW.
Kedua, Makkiyyah yaitu wahyu yang turun di Makkah al-Mukarromah walaupun setelah hijrah, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun di Madinah al-Munawwaroh, maka ayat yang turun dalam perjalanan Nabi tidak dinamakan Makkiyyah atau Madaniyah, tetapi dikatakan sebagai ayat Safariyyah.
Ketiga, Makkiyyah yaitu wahyu yang turun karena objek pembicaraan yang dituju untuk penduduk Makkah al-Mukarromah, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun karena objek pembicaraan yang dituju untuk penduduk Madinah al-Munawwaroh.[2]
B.       Tanda-tanda Wahyu Makkiyyah dan Madaniyyah
        Berikut ini adalah tanda-tanda wahyu Makkiyyah dan Madaniyyah, di antaranya:
a.         Semua surat yang di dalamnya “Ya ayyuhannasu” dan tidak ada “Ya ayyuhalladzina amanu” maka disebut ayat atau surat Makkiyyah.
b.         Semua surat yang menyebut “kalla” maka ia adalah ayat Makkiyyah.
c.         Semua surat yang menyebut cerita Adam a.s. dan Iblis maka ia adalah      Makkiyyah, selain surat al-Baqarah.
d.        Semua surat yang menyebut “al-munafiqqin” maka ia adalah Madaniyyah, selain surat al- ‘Ankabuut.
e.         Semua surat yang menyebut hukuman dan warisan adalah Madaniyyah, semua yang menyebut zaman lampau adalah Makkiyyah.[3]
Wahyu dalam Al-Qur’an berjumlah 114 surat. Wahyu yang diturunkan di Madinah berjumlah 29 surat, sedangkan yang diturunkan di Makkah berjumlah 85 surat.
C.      Cara Mengetahui Ayat Makkiy dan Madaniy
Untuk mengetahui ayat mana yang Al-makkiy dan mana yang Al-madaniy ini, terdapat dua jalur, yaitu:
1.         Jalur Sama’iy, yaitu yang disandarkan pada:
·           Sahabat Rasul SAW yang sahih;
·           Tabi’in yang hidup pada waktu ayat tersebut diturunkan, tabi’in menerimanya dari sahabat Nabi dan tabi’in mendengarkan dari mereka cara turunnya.
2.         Jalur Qiyas yang berbentuk ijtihad
       Ditentukan berdasarkan kekhususan Makkah dan kekhususan Madinah. Bila menemukan dalam Makkiy ayat yang mengandung kekhususan Madinah  atau mengenai sesuatu yang mengenainya, maka mereka mengatakan bahwa ayat itu Madaniyah. Bila ditemukan dalam ayat Makkiyah ayat yang mengandung kekhususan Makkah atau sesuatu dari peristiwa Makkah, mereka mengatakan bahwa ayat itu ialah Makkiyah.[4]
Dalam surat Madaniyyah belum tentu semua ayatnya merupakan ayat Madaniyyah. Misalnya QS. An-nisa’ merupakan surat Madaniyyah, tetapi pada ayat 1 terdapat kata “Ya ayyuhannasu” padahal “Ya ayyuhannasu” merupakan ciri dari Makkiyyah. Seperti contoh:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu”
Begitu juga sebaliknya, dalam surat Makkiyyah belum tentu semua ayatnya merupakan ayat Makkiyyah. Misalnya QS. Al-hajj merupakan surat Makkiyyah, tetapi pada ayat 77 terdapat kata “Ya ayyuhalladzina amanu” padahal “Ya ayyuhalladzina amanu” merupakan ciri dari Madaniyyah. Seperti contoh:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3­/u (#qè=yèøù$#ur uŽöyø9$#
“Wahai orang-orang yang beriman! Ruku’-sujudlah,dan sembahlah Tuhanmu, serta kerjakan yang lebih baik, …
D.      Perhatian Para Ulama terhadap Surat Makkiy dan Madaniy
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surat-surat Makkiy dan Madaniy. Mereka meneliti Al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk ditertibkan sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada peneliti objektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makkiy dan Madaniy.
Para ulama menyelidiki turunnya wahyu dalam segala tahapannya. Mereka mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an dengan bantuan tema surat atau ayat, merumuskan kaidah-kaidah analogis untuk menentukan apakah itu termasuk Makkiy atau Madaniy. Apabila suatu masalah masih kurang jelas karena terlalu banyak perbedaan alasan, maka para ulama mengumpulkan, membandingka dan mengklasifikasikannya, mana yang serupa dengan yang turun di Makkah dan mana yang serupa dengan yang turun di Madinah.  

E.       Kegunaan Mengetahui Ayat Makkiy dan Madaniy
Kegunaan mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy di antaranya:
1.         Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus.
2.         Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.[5]
3.         Membedakan ayat yang nasikh (yang menghapus) dan mansukh (yang dihapus).
4.         Mengetahui sejarah pensyari’atan hukum.[6]
F.    Keistimewaan Makkiy atas Madaniy
1. Dari Sisi Uslub (Gaya Bahasa)
Bisanya ayat Makkiyyah memiliki uslub yang kuat dan Khithâb (gaya bicara) nya keras karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih menunjukkan keberpalingan dan kecongkakan sehingga yang pantas hanya gaya seperti itu. (silahkan baca dua surat: al-Muddatstsir danal-Qamar). Sedangkan ayat Madaniyyah, biasanya memiliki uslub yang lembut dan Khithab-nya ringan (enteng) karena kebanyakan orang yang diajak bicara sudah menunjukkan sikap penerimaan dan ketundukan. (silahkan baca surat al-Maidah). Biasanya ayat Makkiyyah singkat-singkat namun kuat hujjah (daya debat)-nya karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih menunjukkan sikap pembangkangan dan penentangan sehingga selayaknya diajak bicara sesuai dengan kondisi mereka. (Silahkan baca surat ath-Thur). Sedangkan ayat Madaniyyah, biasanya panjang-panjang dan menyebutkan tentang hukum-hukum secara bebas tanpa dimaksudkan untuk berhujjah (mendebat) karena kondisi orang-orang yang diajak bicara memang sudah layak demikian. (Silahkan baca ayat di dalam surat al-Baqarah).
2. Dari Sisi Tema
Biasanya pada ayat Makkiyyah terdapat penetapan tauhid dan ‘aqidah yang lurus, khususnya yang berkenaan dengan tauhid Uluhiyyah dan iman kepada hari kebangkitan karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih mengingkari hal itu. Sedangkan pada ayat Madaniyyah, biasanya berisi rincian tentang masalah ibadah dan mu’malat karena orang-orang yang diajak berbicara sudah tertanam di hati mereka tauhid dan ‘aqidah yang lurus sehingga mereka amat membutuhkan rincian tentang masalah-masalah ibadah dan mu’amalat tersebut. Pada ayat Madaniyyah banyak menyinggung tentang jihad dan hukum-hukumnya serta orang-orang Munafiqun dan kondisi-kondisi mereka karena kondisinya memang menuntut demikian, yaitu telah disyari’atkannya jihad dan munculnya kaum Munafiqun. Hal ini berbeda dengan ayat-ayat Makkiyyah.[7]




 IV.      KESIMPULAN

a.         Makkiyyah adalah wahyu yang turun sebelum Nabi SAW hijrah. Sedangkan Madaniyyah adalah wahyu yang turun sesudah Nabi SAW hijrah.
b.        Semua surat yang di dalamnya terdapat “Ya ayyuhannasu” dan “kalla”, maka disebut ayat atau surat Makkiyyah. Sedangkan yang di dalamnya terdapat “Ya ayyuhalladzina amanu” dan “Al-Munafiqin”, maka disebut ayat atau surat Madaniyyah, kecuali surat Al-Ankabuut.
c.         Semua surat yang menyebut cerita Nabi Adam a.s. dan Iblis atau menyebut zaman lampau disebut Makkiyyah, kecuali surat al-Baqarah. Sedangkan yang menyebut hukuman dan warisan adalah Madaniyyah.
d.        Cara mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy adalah dengan melalui 2 jalur, yaitu jalur Sama’iy dan jalur Qiyas yang berbentuk ijtihad.
e.         Kegunaan mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy adalah untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode dakwah, membedakan ayat yang nasikh dan mansukh, mengetahui sejarah pensyari’atan hukum.

    V.      PENUTUP

Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasany, Al-Sayid Muhammad bin Alawi Maliky, Kaidah-kaidah Ulumul Qur’an, terj. A. Idhoh Anas, Pekalongan: Al-Asri, 2008.

Al-Qattan, Manna’ Khalil, Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS., Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001.

Masyhur, Kahar, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Jakarta: PT Melton Putra, 1992.

http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/seputar-makkiy-dan-madaniy/





[1]Manna’ Khalil  Al-Qattan, Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS., (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001), hlm. 69.
[2]Al-Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliky Al-Hasany, Kaidah-kaidah Ulumul Qur’an, terj. A. Idhoh Anas, (Pekalongan: Al-Asri, 2008), hlm. 4.  
[3]Ibid., hlm. 4-5.
[4]Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT Melton Putra, 1992), hlm. 72.
[5]Al-Qattan, Op. cit., hlm. 81.
[6]Mansyur, Op. cit.,hlm. 77.
[7] http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/seputar-makkiy-dan-madaniy/

Senin, 17 Februari 2014

Qashashul Qur'an

QASHASHUL QURAN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Quran
Dosen Pengampu : Mundhir, M.Ag



  
  

Disusun Oleh:
Hilmi Shahab             (113211024)
Furaida Ayu M         (113211023)
Iip Kasipul Qulub     (113211025)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011


QASHASHUL QURAN
I.              PENDAHULUAN
Al-Quran merupakan salah satu kelangkaan (kitab) yang telah memberikan pengaruh begitu luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Oleh kaum muslimin, Al-Quran adalah wahyu dari tuhan. Kitab ini digunakan dalam beribadatan baik sendiri maupun bersama, serta dibaca bersama pada hari-hari penting atau hajat keluarga. Al-Quran merupakan dasar keyakinankeagamaan, keibadatan dan hukum. Pembimbing tingkah laku bermasyarakat dan individual[1].
Didalam Al-Quran terdapat banyak isi kandungan. Diantaranya saja terdapat kisah-kisah. Ada banyak kisah-kisah dalam Al-Quran yang dapat diambil pelajarannya, mulai dari kisah tentang penciptaan alam ini, kisah tentang para nabi atau rasul terdahulu sampai kisah-kisah yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Semua kisah-kisah itu terdapat didalam Al-Quran.

II.           RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu qashah? Dan apa itu qashashul qur’an?
2. Apa saja macam-macam kisah dalam Al-Qur’an?
3. Apa faedah-faedah kisah Al-Qur’an?
4. Mengapa ada kisah yang disebut berulang-ulang dalam Al-Qur’an?

III.        PEMBAHASAN
1.    Pengertian kisah dalam Al-Qur’an
Menurut bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita, berita atau keadaaan. Sedangkan menurut istilah Qashashul Qur’an ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.[2]
Qashash adalah masdar dari qashasha yang berarti mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Qashash bermakna: urusan, berita, khabar dan keadaan. Qashash juga berarti berita-berita yg berurutan. Qashashul qur’an ialah: khabar-khabar al qur’an tentang keadaan-keadaan umat yg telah lalu dan kenabian masa dahulu, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[3]
Di dalam Al-Qur’an banyak dikisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari Al-Qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang yang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam, seperti kisah para Nabi dan kaumnya. Kisah orang-orang Yahudi, Nasrani, Sabi’in, majuzi, dan sebagainya.
Selain itu Al-qur’an juga menceritakan beberapa peristiwa yg terjadi di jaman Rasulullah SAW. Seperti kisah beberapa peperangan Badar, Uhud, Hunain, dan perdamaian Hudaibiyah dan lain sebagainya.[4]

2.    Macam-macam kisah dalam Al-Qur’an
a.    Dari Segi Waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
1)   Kisah hal gaib yang terjadi pada masa lalu
Contohnya:
Kisah tentang dialog Malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi    sebagaimana dijelaskan dalam (QS.Al Baqarah:30-34)
Kisah tentang penciptaan alam semesta sebagaimana dalam (QS.Al-Furqan:59,Qaf:38)
2)   Kisah hal gaib yang terjadi pada masa kini
Contohnya:
Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada Lailatul Qadar seperti dalam (QS.Al-Qadr 1-5).
Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis seperti diungkapkan dalam (QS.Al A’raf 13-14)
3)   Kisah hal gaib yang terjadi pada masa yang akan datang
Contohnya:
Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti dalam (QS.Al-Qari’ah, Al-Zalzalah, dan lainnya
Kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat seperti ungkapan dalam Al-Qur’an surat Al-Lahab.

b.   Dari Segi Materi
Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu:
1.   Kisah-kisah para Nabi, seperti:
·      Kisah nabi Adam (QS.Al Baqarah 30-39)
·      Kisah nabi Nuh (QS.Hud:25-29)
·      Kisah nabi Hud (QS.Al-A’raf:65, 72, 50, 58)
·      Kisah nabi Idris (QS.Maryam:56-57, Al Anbiya’:85-86)
·      Kisah nabi Yunus (QS.Yunus:98, Al An’am:86-87)
·      Kisah nabi Luth (QS.Hud 69-83)
·      Kisah nabi Salih (QS.Al A’raf:85-93)
·      Kisah nabi Musa (QS.Al Baqarah:49, 61, al A’raf 103-157)
·      Kisah nabi Harun (QS.An Nisa’:163)
·      Kisah nabi Daud (QS.Saba :10 Al Anbiya’:78)
·      Kisah nabi Sulaiman (QS.An Naml 15,44, Saba:12-14)
·      Kisah nabi Ayub (QS.Al An’am : 34, Al-Anbiya’:78)
·      Kisah nabi Ilyas (QS.Al An’am : 85)
·      Kisah nabi Ilyasa’ (QS.Shad:48)
·      Kisah nabi ibrahim (QS.Al Baqarah: 124, 132)
·      Kisah nabi Ismail (QS.Al An’am 86-87)
·      Kisah nabi Ishaq (QS.Al Baqarah 133-136)
·      Kisah nabi Ya’qub (QS.Al Baqarah 132-140)
·      Kisah nabi Yusuf (QS.Yusuf 3-102)
·      Kisah nabi Yahya (QS.Al An’am 85)
·      Kisah nabi Zakaria (QS.Maryam:2-15)
·      Kisah nabi Isa (QS.Al Maidah:110-120)
·      Kisah nabi Muhammad (QS.at Takwir 22-24, Al Furqon:4, Abasa: 1-10, At Taubah:43-57 dan lainnya)


2.   Kisah tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi masa lampau yang tidak dapat dipastikan kenabiannya.
Contohnya:
·      Kisah tentang Luqman (QS.Luqman 12-13)
·      Kisah tentang Dzul Qarnain (QS.Al Kahfi 83-98)
·      Kisah tentang Ashabul Kahfi (QS.Al Kahfi 9-26)
·      Kisah tentang Thalut dan Jalut (QS.Al Baqarah 246-251)
·      Kisah tentang Maryam (QS.Maryam 16-35)
·      Kisah tentang Ya’juj Ma’juj (QS.Al Anbiya’ 95-97)
·      Kisah tentang bangsa Rumawi (QS.Ar Rum 2-4 )
·      Dan kisah-kisah lainnya
3.   Kisah yang berpautan dengan peristiwa-pweristiwa yang terjadi di masa Rasulullah SAW.
Contohnya:
·      Kisah tentang Ababil (Q.S. Al-fil:1-5)
·      Kisah tentang Hijrahnya Nabi Muhammad SAW (Q.S. Muhammad:1-3)
·      Kisah tentang perang Badar dan Uhud yang diuraikan dalam Quran surat Ali Imran.
·      Kisah tentang perang Hunain dan At-Tabuk dan lain sebagainya.

3.    Faedah Kisah Dalam Al-Qur’an
a.    Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan pokok-pokok syari’at  yang disampaikan para nabi
b.    Memantapkan hati Rasulullah SAW dan umatnya dalam mengamalkan agama Allah (Islam) dan menguatkan kepercayaan para mukmin tentang akan datangnya pertolongan Allah dan kehancuran orang-orang yang sesat.
c.    Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan peringatan bahwa Nabi yang terdahulu adalah benar.
d.   Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya, dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu.
e.    Menyingkap kebohongan-kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang murni dan mengoreksi pendapat mereka.
f.     Menanamkan akhlakul karimah dan budi yang mulia.
g.    Menarik perhatian para pendengar yang diberikan pelajaran kepada mereka.

4.    Alasan kisah-kisah disebut berulang-ulang dalam Al-Qur’an[5]
Sebuah kisah disebut berulang kali dalam bentuk yang berbeda beda, kadang pendek, kadang panjang. Di antara hikmahnya adalah:
a.    Menandaskan kebalaghahan Al Qur’an dalam bentuk yang paling tinggi. Di antara keistimewaan-keistimewaan balaghah, ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan kalimat yg selalu berbeda dari yang telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat kita mendengar dan kita membacanya.
b.    Menampakkan kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh sastrawan-sastrawan Arab, menjelaskan bahwasanya Al-Qur’an itu benar-benar ada dari Allah.
c.  Memberikan perhatian penuh kepada kisah itu. Mengulang-ulangi  kisah adalah salah satu cara ta’kid dan salah satu dari tanda-tanda besarnya perhatian, seperti keadaannya kisah Musa dan Fir’aun.
d. Karena berbeda tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Di suatu tempat diterangkan sebagiannya, karena itu saja yg diperlukan dan di tempat-tempat yang lain disebut lebih sempurna karena yang demikianlah yg dikehendaki keadaan.

IV.        KESIMPULAN
1.    Dari Al-Qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita.
2.    Kisah dalam Al-Qur’an ada berbagai macam, dari segi waktu, dan segi materi.
3.    Setiap kisah dalam Al-Qur’an mempunyai faidah yang bermacam-macam.
4.    Ada hikmah dalam setiap kisah yang diulang dalam berbagai ayat.

V.           PENUTUP
Demikian apa yang dapat disajikan oleh pemakalah, semoga dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Tentu masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam makalah yang singkat ini, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.


















DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Syadali, Ulumul Quran II, Pustaka Setia, Bandung, 1997.
Watt, W. Montgomery, Pengantar Study Al-Quran, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI, Jakarta, 1989
Hasbi, Teungku Muhammad Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002.  




















                [1] . W.Montgomery Watt, Pengantar Study Al-Quran,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,1995),hlm.5
[2]. Ahmad Syadali,Ulumul Qur’an 2, (Bandung: Pustaka Setia,1997),hlm.27
[3]. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, (Semarang: Pustaka Rizki   Putra,2002),hlm.52.
[4]. Al Qur’an dan terjemahnya, Depag RI, Jakarta, 1989, hal 116.
[5] Ibid, hlm. 54.