Coretan-coretan sang Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang......

Selasa, 18 Februari 2014

Al-Makkiy dan Al-Madaniy

AL-MAKKIY DAN AL-MADANIY

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: Mundhir, M.Ag.




  


Disusun oleh:
Khoirun Ni’am            (113211026)
Lia Diah Fitantri         (113211027)
M. Riza Arifiana         (113211028)



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011


Al-Makkiy dan Al-Madaniy
I.              PENDAHULUAN
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan sendi-sendi kebudayaannya. Demikian juga umat Islam sangat memperhatikan kelestarian risalah Nabi Muhammad SAW yang memuliakan semua umat manusia. Hal itu disebabkan karena risalah Nabi Muhammad SAW bukan sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya diperhatikan sepanjang diterima akal dan mendapat respon manusia. Tetapi risalah Nabi Muhammad SAW adalah agama yang melekat pada akal dan terpatri dalam hati. Oleh sebab itu, para pengemban petunjuk yang terdiri atas para sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya meneliti dengan cermat mengenai turunnya Al-Qur’an, baik dalam hal waktu maupun tempatnya. Penelitian ini merupakan pilar kuat dalam sejarah perundang-undangan yang menjadi landasan bagi para peneliti untuk mengetahui metode dakwah, macam-macam seruan, dan pentahapan dalam penetapan hukum dan perintah.[1]
  II.         RUMUSAN MASALAH
1.        Apa yang dimaksud dengan Makkiy dan Madaniy?
2.        Apa saja tanda-tanda wahyu Makkiyyah dan Madaniyyah dan bagaimana cara mengetahuinya?
3.        Bagaimana perhatian para ulama terhadap surah Makkiy dan Madaniy?
4.        Apa kegunaan mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy?
5.        Apa keistimewaan Makkiy atas Madaniy?
 III.      PEMBAHASAN
A.      Pengertian Al-Makkiy dan Al-Madaniy
Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah, pendapat tersebut terbagi menjadi tiga, di antaranya:
Pertama, pendapat paling masyhur, Makkiyyah yaitu wahyu yang turun sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah Nabi Muhammad SAW.
Kedua, Makkiyyah yaitu wahyu yang turun di Makkah al-Mukarromah walaupun setelah hijrah, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun di Madinah al-Munawwaroh, maka ayat yang turun dalam perjalanan Nabi tidak dinamakan Makkiyyah atau Madaniyah, tetapi dikatakan sebagai ayat Safariyyah.
Ketiga, Makkiyyah yaitu wahyu yang turun karena objek pembicaraan yang dituju untuk penduduk Makkah al-Mukarromah, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun karena objek pembicaraan yang dituju untuk penduduk Madinah al-Munawwaroh.[2]
B.       Tanda-tanda Wahyu Makkiyyah dan Madaniyyah
        Berikut ini adalah tanda-tanda wahyu Makkiyyah dan Madaniyyah, di antaranya:
a.         Semua surat yang di dalamnya “Ya ayyuhannasu” dan tidak ada “Ya ayyuhalladzina amanu” maka disebut ayat atau surat Makkiyyah.
b.         Semua surat yang menyebut “kalla” maka ia adalah ayat Makkiyyah.
c.         Semua surat yang menyebut cerita Adam a.s. dan Iblis maka ia adalah      Makkiyyah, selain surat al-Baqarah.
d.        Semua surat yang menyebut “al-munafiqqin” maka ia adalah Madaniyyah, selain surat al- ‘Ankabuut.
e.         Semua surat yang menyebut hukuman dan warisan adalah Madaniyyah, semua yang menyebut zaman lampau adalah Makkiyyah.[3]
Wahyu dalam Al-Qur’an berjumlah 114 surat. Wahyu yang diturunkan di Madinah berjumlah 29 surat, sedangkan yang diturunkan di Makkah berjumlah 85 surat.
C.      Cara Mengetahui Ayat Makkiy dan Madaniy
Untuk mengetahui ayat mana yang Al-makkiy dan mana yang Al-madaniy ini, terdapat dua jalur, yaitu:
1.         Jalur Sama’iy, yaitu yang disandarkan pada:
·           Sahabat Rasul SAW yang sahih;
·           Tabi’in yang hidup pada waktu ayat tersebut diturunkan, tabi’in menerimanya dari sahabat Nabi dan tabi’in mendengarkan dari mereka cara turunnya.
2.         Jalur Qiyas yang berbentuk ijtihad
       Ditentukan berdasarkan kekhususan Makkah dan kekhususan Madinah. Bila menemukan dalam Makkiy ayat yang mengandung kekhususan Madinah  atau mengenai sesuatu yang mengenainya, maka mereka mengatakan bahwa ayat itu Madaniyah. Bila ditemukan dalam ayat Makkiyah ayat yang mengandung kekhususan Makkah atau sesuatu dari peristiwa Makkah, mereka mengatakan bahwa ayat itu ialah Makkiyah.[4]
Dalam surat Madaniyyah belum tentu semua ayatnya merupakan ayat Madaniyyah. Misalnya QS. An-nisa’ merupakan surat Madaniyyah, tetapi pada ayat 1 terdapat kata “Ya ayyuhannasu” padahal “Ya ayyuhannasu” merupakan ciri dari Makkiyyah. Seperti contoh:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu”
Begitu juga sebaliknya, dalam surat Makkiyyah belum tentu semua ayatnya merupakan ayat Makkiyyah. Misalnya QS. Al-hajj merupakan surat Makkiyyah, tetapi pada ayat 77 terdapat kata “Ya ayyuhalladzina amanu” padahal “Ya ayyuhalladzina amanu” merupakan ciri dari Madaniyyah. Seperti contoh:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãèŸ2ö$# (#rßàfó$#ur (#rßç6ôã$#ur öNä3­/u (#qè=yèøù$#ur uŽöyø9$#
“Wahai orang-orang yang beriman! Ruku’-sujudlah,dan sembahlah Tuhanmu, serta kerjakan yang lebih baik, …
D.      Perhatian Para Ulama terhadap Surat Makkiy dan Madaniy
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surat-surat Makkiy dan Madaniy. Mereka meneliti Al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk ditertibkan sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada peneliti objektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makkiy dan Madaniy.
Para ulama menyelidiki turunnya wahyu dalam segala tahapannya. Mereka mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an dengan bantuan tema surat atau ayat, merumuskan kaidah-kaidah analogis untuk menentukan apakah itu termasuk Makkiy atau Madaniy. Apabila suatu masalah masih kurang jelas karena terlalu banyak perbedaan alasan, maka para ulama mengumpulkan, membandingka dan mengklasifikasikannya, mana yang serupa dengan yang turun di Makkah dan mana yang serupa dengan yang turun di Madinah.  

E.       Kegunaan Mengetahui Ayat Makkiy dan Madaniy
Kegunaan mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy di antaranya:
1.         Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus.
2.         Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.[5]
3.         Membedakan ayat yang nasikh (yang menghapus) dan mansukh (yang dihapus).
4.         Mengetahui sejarah pensyari’atan hukum.[6]
F.    Keistimewaan Makkiy atas Madaniy
1. Dari Sisi Uslub (Gaya Bahasa)
Bisanya ayat Makkiyyah memiliki uslub yang kuat dan Khithâb (gaya bicara) nya keras karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih menunjukkan keberpalingan dan kecongkakan sehingga yang pantas hanya gaya seperti itu. (silahkan baca dua surat: al-Muddatstsir danal-Qamar). Sedangkan ayat Madaniyyah, biasanya memiliki uslub yang lembut dan Khithab-nya ringan (enteng) karena kebanyakan orang yang diajak bicara sudah menunjukkan sikap penerimaan dan ketundukan. (silahkan baca surat al-Maidah). Biasanya ayat Makkiyyah singkat-singkat namun kuat hujjah (daya debat)-nya karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih menunjukkan sikap pembangkangan dan penentangan sehingga selayaknya diajak bicara sesuai dengan kondisi mereka. (Silahkan baca surat ath-Thur). Sedangkan ayat Madaniyyah, biasanya panjang-panjang dan menyebutkan tentang hukum-hukum secara bebas tanpa dimaksudkan untuk berhujjah (mendebat) karena kondisi orang-orang yang diajak bicara memang sudah layak demikian. (Silahkan baca ayat di dalam surat al-Baqarah).
2. Dari Sisi Tema
Biasanya pada ayat Makkiyyah terdapat penetapan tauhid dan ‘aqidah yang lurus, khususnya yang berkenaan dengan tauhid Uluhiyyah dan iman kepada hari kebangkitan karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih mengingkari hal itu. Sedangkan pada ayat Madaniyyah, biasanya berisi rincian tentang masalah ibadah dan mu’malat karena orang-orang yang diajak berbicara sudah tertanam di hati mereka tauhid dan ‘aqidah yang lurus sehingga mereka amat membutuhkan rincian tentang masalah-masalah ibadah dan mu’amalat tersebut. Pada ayat Madaniyyah banyak menyinggung tentang jihad dan hukum-hukumnya serta orang-orang Munafiqun dan kondisi-kondisi mereka karena kondisinya memang menuntut demikian, yaitu telah disyari’atkannya jihad dan munculnya kaum Munafiqun. Hal ini berbeda dengan ayat-ayat Makkiyyah.[7]




 IV.      KESIMPULAN

a.         Makkiyyah adalah wahyu yang turun sebelum Nabi SAW hijrah. Sedangkan Madaniyyah adalah wahyu yang turun sesudah Nabi SAW hijrah.
b.        Semua surat yang di dalamnya terdapat “Ya ayyuhannasu” dan “kalla”, maka disebut ayat atau surat Makkiyyah. Sedangkan yang di dalamnya terdapat “Ya ayyuhalladzina amanu” dan “Al-Munafiqin”, maka disebut ayat atau surat Madaniyyah, kecuali surat Al-Ankabuut.
c.         Semua surat yang menyebut cerita Nabi Adam a.s. dan Iblis atau menyebut zaman lampau disebut Makkiyyah, kecuali surat al-Baqarah. Sedangkan yang menyebut hukuman dan warisan adalah Madaniyyah.
d.        Cara mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy adalah dengan melalui 2 jalur, yaitu jalur Sama’iy dan jalur Qiyas yang berbentuk ijtihad.
e.         Kegunaan mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy adalah untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode dakwah, membedakan ayat yang nasikh dan mansukh, mengetahui sejarah pensyari’atan hukum.

    V.      PENUTUP

Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasany, Al-Sayid Muhammad bin Alawi Maliky, Kaidah-kaidah Ulumul Qur’an, terj. A. Idhoh Anas, Pekalongan: Al-Asri, 2008.

Al-Qattan, Manna’ Khalil, Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS., Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001.

Masyhur, Kahar, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Jakarta: PT Melton Putra, 1992.

http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/seputar-makkiy-dan-madaniy/





[1]Manna’ Khalil  Al-Qattan, Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS., (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001), hlm. 69.
[2]Al-Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliky Al-Hasany, Kaidah-kaidah Ulumul Qur’an, terj. A. Idhoh Anas, (Pekalongan: Al-Asri, 2008), hlm. 4.  
[3]Ibid., hlm. 4-5.
[4]Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT Melton Putra, 1992), hlm. 72.
[5]Al-Qattan, Op. cit., hlm. 81.
[6]Mansyur, Op. cit.,hlm. 77.
[7] http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/seputar-makkiy-dan-madaniy/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar