AL-MAKKIY DAN AL-MADANIY
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen
Pengampu: Mundhir, M.Ag.
Disusun
oleh:
Khoirun Ni’am (113211026)
Lia Diah Fitantri (113211027)
M. Riza Arifiana (113211028)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
Al-Makkiy dan Al-Madaniy
I.
PENDAHULUAN
Semua bangsa berusaha keras untuk
melestarikan warisan pemikiran dan sendi-sendi kebudayaannya. Demikian juga
umat Islam sangat memperhatikan kelestarian risalah Nabi Muhammad SAW yang
memuliakan semua umat manusia. Hal itu disebabkan karena risalah Nabi Muhammad
SAW bukan sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya diperhatikan
sepanjang diterima akal dan mendapat respon manusia. Tetapi risalah Nabi
Muhammad SAW adalah agama yang melekat pada akal dan terpatri dalam hati. Oleh
sebab itu, para pengemban petunjuk yang terdiri atas para sahabat, tabi’in dan
generasi sesudahnya meneliti dengan cermat mengenai turunnya Al-Qur’an, baik
dalam hal waktu maupun tempatnya. Penelitian ini merupakan pilar kuat dalam
sejarah perundang-undangan yang menjadi landasan bagi para peneliti untuk
mengetahui metode dakwah, macam-macam seruan, dan pentahapan dalam penetapan
hukum dan perintah.[1]
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan Makkiy
dan Madaniy?
2.
Apa saja tanda-tanda wahyu
Makkiyyah dan Madaniyyah dan bagaimana cara mengetahuinya?
3.
Bagaimana perhatian para ulama
terhadap surah Makkiy dan Madaniy?
4.
Apa kegunaan mengetahui ayat
Makkiy dan Madaniy?
5.
Apa keistimewaan Makkiy atas
Madaniy?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Makkiy dan Al-Madaniy
Para ulama
berbeda pendapat tentang pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah, pendapat tersebut terbagi menjadi tiga, di
antaranya:
Pertama,
pendapat paling masyhur, Makkiyyah yaitu wahyu yang turun sebelum hijrah Nabi
Muhammad SAW, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah Nabi
Muhammad SAW.
Kedua,
Makkiyyah yaitu wahyu yang turun di Makkah al-Mukarromah walaupun setelah
hijrah, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun di Madinah al-Munawwaroh,
maka ayat yang turun dalam perjalanan Nabi tidak dinamakan Makkiyyah atau
Madaniyah, tetapi dikatakan sebagai ayat Safariyyah.
Ketiga, Makkiyyah
yaitu wahyu yang turun karena objek pembicaraan yang dituju untuk penduduk
Makkah al-Mukarromah, sedangkan Madaniyyah yaitu wahyu yang turun karena objek
pembicaraan yang dituju untuk penduduk Madinah al-Munawwaroh.[2]
B. Tanda-tanda Wahyu
Makkiyyah dan Madaniyyah
Berikut ini adalah tanda-tanda wahyu Makkiyyah dan
Madaniyyah, di antaranya:
a.
Semua surat yang di dalamnya “Ya ayyuhannasu” dan
tidak ada “Ya ayyuhalladzina amanu” maka disebut ayat atau surat Makkiyyah.
b.
Semua surat yang menyebut “kalla” maka ia adalah ayat Makkiyyah.
c.
Semua surat yang menyebut cerita Adam a.s. dan
Iblis maka ia adalah Makkiyyah,
selain surat al-Baqarah.
d.
Semua surat yang menyebut “al-munafiqqin” maka ia adalah Madaniyyah, selain surat
al- ‘Ankabuut.
e.
Semua surat yang menyebut
hukuman dan warisan adalah Madaniyyah, semua yang menyebut zaman lampau adalah
Makkiyyah.[3]
Wahyu dalam Al-Qur’an berjumlah 114 surat. Wahyu yang
diturunkan di Madinah berjumlah 29 surat, sedangkan yang diturunkan di Makkah
berjumlah 85 surat.
C. Cara Mengetahui Ayat
Makkiy dan Madaniy
Untuk
mengetahui ayat mana yang Al-makkiy dan mana yang Al-madaniy ini, terdapat dua jalur, yaitu:
1.
Jalur Sama’iy, yaitu yang disandarkan pada:
·
Sahabat Rasul SAW yang sahih;
·
Tabi’in yang hidup pada waktu ayat tersebut diturunkan,
tabi’in menerimanya dari
sahabat Nabi dan tabi’in mendengarkan dari mereka cara turunnya.
2.
Jalur Qiyas yang berbentuk ijtihad
Ditentukan berdasarkan kekhususan Makkah
dan kekhususan Madinah. Bila menemukan dalam Makkiy ayat yang mengandung
kekhususan Madinah atau mengenai sesuatu
yang mengenainya, maka mereka mengatakan bahwa ayat itu Madaniyah. Bila
ditemukan dalam ayat Makkiyah ayat yang mengandung kekhususan Makkah atau
sesuatu dari peristiwa Makkah, mereka mengatakan bahwa ayat itu ialah Makkiyah.[4]
Dalam surat Madaniyyah belum tentu semua ayatnya merupakan
ayat Madaniyyah. Misalnya QS. An-nisa’ merupakan surat Madaniyyah, tetapi pada
ayat 1 terdapat kata “Ya ayyuhannasu” padahal “Ya ayyuhannasu” merupakan ciri
dari Makkiyyah. Seperti contoh:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$#
ãNä3/u
“Wahai manusia! Bertakwalah
kepada Tuhanmu”
Begitu
juga sebaliknya, dalam surat Makkiyyah belum tentu semua ayatnya merupakan ayat
Makkiyyah. Misalnya QS. Al-hajj merupakan surat Makkiyyah, tetapi pada ayat 77
terdapat kata “Ya ayyuhalladzina amanu” padahal “Ya ayyuhalladzina amanu”
merupakan ciri dari Madaniyyah. Seperti contoh:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#qãè2ö$#
(#rßàfó$#ur
(#rßç6ôã$#ur
öNä3/u (#qè=yèøù$#ur
uöyø9$# …
“Wahai orang-orang yang beriman! Ruku’-sujudlah,dan
sembahlah Tuhanmu, serta kerjakan yang lebih baik, …
D. Perhatian Para Ulama
terhadap Surat Makkiy dan Madaniy
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki
surat-surat Makkiy dan Madaniy. Mereka meneliti Al-Qur’an ayat demi ayat dan
surat demi surat untuk ditertibkan sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan
waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara
waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang
memberikan kepada peneliti objektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah
tentang ilmu Makkiy dan Madaniy.
Para
ulama menyelidiki turunnya wahyu dalam segala tahapannya. Mereka mempelajari
ayat-ayat Al-Qur’an dengan bantuan tema surat atau ayat, merumuskan
kaidah-kaidah analogis untuk menentukan apakah itu termasuk Makkiy atau
Madaniy. Apabila suatu masalah masih kurang jelas karena terlalu banyak
perbedaan alasan, maka para ulama mengumpulkan, membandingka dan
mengklasifikasikannya, mana yang serupa dengan yang turun di Makkah dan mana
yang serupa dengan yang turun di Madinah.
E. Kegunaan Mengetahui Ayat
Makkiy dan Madaniy
Kegunaan mengetahui ayat Makkiy dan Madaniy di antaranya:
1.
Untuk dijadikan alat bantu dalam
menafsirkan Al-Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat
membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar,
sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang
khusus.
2.
Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan
memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi
mempunyai bahasa tersendiri.[5]
3.
Membedakan ayat yang nasikh (yang
menghapus) dan mansukh (yang dihapus).
F. Keistimewaan Makkiy atas
Madaniy
1. Dari Sisi Uslub (Gaya Bahasa)
Bisanya
ayat Makkiyyah memiliki uslub yang kuat dan Khithâb (gaya bicara) nya keras
karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara masih menunjukkan keberpalingan
dan kecongkakan sehingga yang pantas hanya gaya seperti itu. (silahkan baca dua
surat: al-Muddatstsir danal-Qamar). Sedangkan ayat Madaniyyah, biasanya
memiliki uslub yang lembut dan Khithab-nya ringan (enteng) karena kebanyakan
orang yang diajak bicara sudah menunjukkan sikap penerimaan dan ketundukan.
(silahkan baca surat al-Maidah). Biasanya ayat Makkiyyah singkat-singkat namun
kuat hujjah (daya debat)-nya karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara
masih menunjukkan sikap pembangkangan dan penentangan sehingga selayaknya
diajak bicara sesuai dengan kondisi mereka. (Silahkan baca surat ath-Thur). Sedangkan
ayat Madaniyyah, biasanya panjang-panjang dan menyebutkan tentang hukum-hukum
secara bebas tanpa dimaksudkan untuk berhujjah (mendebat) karena kondisi
orang-orang yang diajak bicara memang sudah layak demikian. (Silahkan baca ayat
di dalam surat al-Baqarah).
2. Dari Sisi Tema
Biasanya pada ayat Makkiyyah terdapat penetapan tauhid
dan ‘aqidah yang lurus, khususnya yang berkenaan dengan tauhid Uluhiyyah dan
iman kepada hari kebangkitan karena kebanyakan orang-orang yang diajak bicara
masih mengingkari hal itu. Sedangkan pada ayat Madaniyyah, biasanya berisi
rincian tentang masalah ibadah dan mu’malat karena orang-orang yang diajak
berbicara sudah tertanam di hati mereka tauhid dan ‘aqidah yang lurus sehingga
mereka amat membutuhkan rincian tentang masalah-masalah ibadah dan mu’amalat
tersebut. Pada ayat Madaniyyah banyak menyinggung tentang jihad dan
hukum-hukumnya serta orang-orang Munafiqun dan kondisi-kondisi mereka karena
kondisinya memang menuntut demikian, yaitu telah disyari’atkannya jihad dan
munculnya kaum Munafiqun. Hal ini berbeda dengan ayat-ayat Makkiyyah.[7]
IV.
KESIMPULAN
a.
Makkiyyah adalah wahyu yang turun
sebelum Nabi SAW hijrah. Sedangkan Madaniyyah adalah wahyu yang turun sesudah
Nabi SAW hijrah.
b.
Semua surat yang di dalamnya
terdapat “Ya ayyuhannasu” dan “kalla”, maka disebut ayat atau surat Makkiyyah.
Sedangkan yang di dalamnya terdapat “Ya ayyuhalladzina amanu” dan “Al-Munafiqin”,
maka disebut ayat atau surat Madaniyyah, kecuali surat Al-Ankabuut.
c.
Semua surat yang menyebut cerita Nabi Adam a.s. dan Iblis atau menyebut zaman lampau disebut Makkiyyah, kecuali surat al-Baqarah. Sedangkan yang
menyebut hukuman dan warisan adalah Madaniyyah.
d.
Cara mengetahui ayat Makkiy dan
Madaniy adalah dengan melalui 2 jalur, yaitu jalur Sama’iy dan jalur Qiyas yang
berbentuk ijtihad.
e.
Kegunaan mengetahui ayat Makkiy
dan Madaniy adalah untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, meresapi
gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode dakwah, membedakan ayat
yang nasikh dan mansukh, mengetahui sejarah pensyari’atan hukum.
V.
PENUTUP
Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasany, Al-Sayid
Muhammad bin Alawi Maliky, Kaidah-kaidah
Ulumul Qur’an, terj. A. Idhoh Anas, Pekalongan: Al-Asri, 2008.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir
AS., Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001.
Masyhur, Kahar, Pokok-pokok
Ulumul Qur’an, Jakarta: PT Melton Putra, 1992.
http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/seputar-makkiy-dan-madaniy/
[1]Manna’
Khalil Al-Qattan, Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS., (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 2001), hlm. 69.
[2]Al-Sayid
Muhammad bin Alawi Al-Maliky Al-Hasany, Kaidah-kaidah
Ulumul Qur’an, terj. A. Idhoh Anas, (Pekalongan: Al-Asri, 2008), hlm. 4.
[3]Ibid., hlm. 4-5.
[4]Kahar
Masyhur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an,
(Jakarta: PT Melton Putra, 1992), hlm. 72.
[5]Al-Qattan, Op. cit., hlm. 81.
[6]Mansyur,
Op. cit.,hlm. 77.
[7] http://idrusali85.wordpress.com/2007/11/26/seputar-makkiy-dan-madaniy/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar