I.
PENDAHULUAN
Manusia
dalam hidup di dunia ini mempunyai dua macam akhlak/perilaku, ada akhlak
terpuji dan ada juga yang tercela. Akhlak yang terpuji akan berdampak positif
pada pelakunya begitu juga akhlak tercela yang akan membawa dampak
negatif.
Agama islam
mengajarkan hal-hal yang baik dalam segala aspek kehidupan manusia, islam
adalah ajaran yang benar untuk memperbaiki manusia dalam membentuk
akhlaknya demi mencapai kehidupan yang mulia baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan
akhlak yang terpuji manusia dapat mendapatkan derajat yang tinggi, baik di mata
Allah swt, sesama manusia dan semua makhluk Allah swt yang lain termasuk jin
dan malaikat. Selain akhlak terpuji, manusia juga bisa memiliki perilaku
tercela yang harus ditinggalkan karena akan menurunkan derajatnya di mata Allah
dan makhluk-makhluk-Nya yang lain.
II. HADITS DAN TARJAMAH
A. Hadits Nawwas bin Sam’an tentang orang baik adalah
orang yang baik akhlaknya
عَنِ
النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَا نَ الانْصَارِيِّ قَالَ سَأَ لْتُ رَسُو لَ اللهِ صَلَّى
الله عليه و سلم عَنِ الْبِرِّ وَ الاثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخَلْقِ
والاثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَ كَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ النَّاسُ (أخرجه مسلم
فى كتاب البروالصلة)
Dari
Nawwas ibnu Sam’an r.a. ia berkata: “aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw
mengenai kebajikan dan dosa”, maka beliau menjawab:“kebajikan adalah akhlak
yang baik,dan dosa adalah sesuatu yang bergejolak didadamu,sedangkan kamu tidak
suka bila ada orang lain mengetahuinya.” (H.R.Muslim)[1]
B. Hadis Ibnu Mas’ud tentang kejujuran membawa kepada
kebaikan
عَنْ
عَبْدِ اللهِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمِ إِنَّ الصِّدْقَ بِرٌّ وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ وَإِنَّ
العَبْدَ لَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَهِ صِدِّيْقًا وَإِنَّ
الْكَذِبَ فُجُوْرٌ وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِوَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
(أخرجه مسلم فى كتاب البر والصلة والاداب)
Dari
ibnu mas’ud r.a. : dari Rasulullah saw beliau bersabda: sesungguhnya kebenaran
itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang
slalu bertindak jujur akan dicatat oleh allah sebagai orang yang jujur. Dan
sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke
neraka. Seseorang akan slalu berdusta sehingga ia ditulis disisi allah sebagai
pendusta. (H.R.Muslim)[2]
C.
Hadits Abu
Hurairah tentang berbuat baik dengan tetangga
عن
أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ
الْاخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ لْاخِرِ
فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاخِرِ فَلْيَقُلْ
خَيْرًا أَوْلِيَصْمُتْ (أخرجه البخاري في
كتاب الادب)
Dari Abu
Hurairah ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Siapa saja yang beriman
kepada allah dan hari akhir , maka tidak boleh mengganggu tetangganya. Dan
siapa saja yang beriman kepada allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan
tamunya. Dan siapa saja yang beriman kepada allah dan hari akhir, hendaknya ia
berkata yang baik atau kalau tidak hendaklah ia diam !.(H.R.Bukhori)[3]
D.
Hadits Abu
Hurairah tentang buruk sangka
عن
أبي هريرة عن النّبي صلّى الله عليه وسلّم قال إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ
أَكْذَبُ اْلحَدِيْثِ وَلَاتَحَسَّسُوْا وَلَاتَجَسَّسَوْا وَلَاتَحَاسَدُوْا وَلَاتَدَابَرُوْا
وَلَاتَبَاغَضَوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَاللهِ إِخْوَانًا
(أخرجه البخاري في كتاب الادب)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda:
“jauhilah oleh kalian berprasangka, karena Sesungguhnya berprasangka itu ucapan
paling dusta. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah
memata-matai, janganlah saling bersaing, iri hati, benci dan berselisih.
Jadilah hamba-hamba allah yang bersaudara”. (H.R. Bukhari)[4]
E. Hadits Abu Said al-Khudri tentang perlunya tertib di
jalan
عن
أبى سعيدالخدريّ رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ
عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْامَالَنَا بُدٌّ إِنَّمَاهِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ
فِيْهَا قَالَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَاالْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيْقَ حَقَّهَا
قَالُوْا وَمَاحَقُّ الطَّرِيْقِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْاَذَى وَرَدُّ
السَّلَامِ وَأْمُرْبِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ (أخرجه البخاري في
المظالم والغصب)[5]
Dari abu
sa’id al-khudry r.a. dari nabi saw. Beliau bersabda: “jauhilah duduk-duduk di
tepi jalan!” para sahabat bertanya: “wahai rasulullah kami tidak bisa
meninggalkan tempat-tempat itu, karena di tempat itulah kami membicarakan
sesuatu” rasulullah saw bersabda: “apabila kalian tidak bisa meninggalkan
dududk-duduk di sana, maka penuhilah hak jalan itu” para sahabat bertanya:
“apakah hak jalan itu, wahai rasulullah?” beliau menjawab: “memejamkan mata,
tidak mengganggu, menjawab salam, amar ma’ruf dan nahi munkar”. (H.R. Bukhari)[6]
F. Hadits Abu Hurairah tentang ghibah dan buhtan
عن
أبي هريرة أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ قَالُوْا
اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيْلَ أَفَرَاَيْتَ
إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُوْلُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِاغْتَبَتَهُ
وَإِنَ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّه (أخرجه مسلم في كتاب البروالصلة
والادب)[7]
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah saw bersabda: ”jauhilah oleh kalian berprasangka, karena
sesungguhnya berprasangka itu ucapan paling dusta. Janganlah mencari-cari
kesalahan orang lain, janganlah memata-matai, janganlah saling bersaing, iri
hati, benci dan berselisih. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (H.R. Bukhari).
III. PEMBAHASAN
A. Hadis Nawwas bin Sam’an tentang orang baik adalah
orang yang baik akhlaknya.
Akhlak
adalah perilaku lisan, perbuatan, fisik, bahkan perbuatan diam kita. Semua
tindak-tanduk kita adalah akhlak kita. Akhlak terpuji adalah akhlak yang baik,
diwujudkan dalam bentuk sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai dengan
ajaran islam. Akhlak terpuji yang ditujukan kepada Allah swt berupa ibadah, dan
kepada Rasulullah saw. Dengan mengikuti ajaran-ajarannya, serta kepada sesama
manusia dengan selalu bersikap baik pada manusia yang lain.[8]
Menjadi
manusia yang berakhlak mulia bukanlah suatu hal yang mudah. Nabi
Muhammad saw. diutus oleh Allah swt. kepada kita semua untuk memperbaiki akhlak
manusia. Beliau bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ
لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ
“Sesungguhnya
aku diutus hanya untuk memperbaiki akhlak.”( Hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dari Abi Hurairoh juga oleh Al- Bazaar).
Akhlak
adalah cermin hati. Artinya, ketika seseorang berakhlak baik maka berarti ia
memiliki hati yang bersih dan jernih. Sedangkan orang yang memiliki akhlak
buruk maka hidupnya akan suram, dan akan membawa kerusakan baik bagi dirinya
sendiri dan lingkungan sekitarnya. Memiliki akhlak yang baik bagi setiap manusia adalah hal yang sangat
penting, Karena dimanapun kita berada, apapun pekerjaan kita, akan di senangi
oleh siapa pun, hal itu berarti akhlak menentukan baik buruknya seseorang.[9]
Diantara buah dari akhlak yang baik di dalam hidup ini ialah : mudahnya
semua urusan bagi diri sendiri dan orang lain, tercapainya apa yang
diinginkan, disukai banyak orang,
tentram jiwanya, sedikit kesulitannya, mendapat ridha tuhan. Adapun buahnya di
akherat ialah surga dan dekat dengan sang pencipta.[10]
B.
Hadits
Ibnu Mas’ud tentang kejujuran membawa kepada kebaikan.
Yang dimaksud jujur adalah kebenaran, yaitu sesuainya antara ucapan dan
akidah atau perbuatan yang ada. Kebenaran dalam ucapan adalah ketika ucapan itu
sejalan dengan isi hati atau realitas. Dan dalam akidah adalah sejalan dengan
keaslian alam yakni Allah yang maha esa, di mana dia yang memulai dan yang
mengembalikan kehidupan. Sedangkan kebenaran dalam perbuatan adalah penampilan
dengan penuh keikhlasan karena allah semata, tanpa dibarengi unsur kemunafikan
atau pamer. Jika seseorang selalu berkata dan berbuat yang benar, maka cahaya
kebenaran itu akan memancar ke dalam hati dan pikirannya. Kejujuran ialah
ketenangan hati, artinya orang yang berkata jujur dalam hidupnya akan selalu
merasa tenang, karena ia sudah menyampaikan apa yang sesuai dengan realita yang
ada. Kejujuran merupakan suatu pondasi yang mendasari iman seseorang, karena
sesungguhnya iman adalah membenarkan dalam hati akan adanya Allah. Jika dari hal
yang kecil saja ia sudah terlatih untuk jujur maka untuk urusan yang lebih
besar ia pun terbiasa untuk jujur.[11]
C.
Hadits Abu
Hurairah tentang berbuat baik dengan tetangga.
Dalam riwayat bukhari tersebut rasulullah menyatakan tiga
perilaku yang menjadi tuntutan keimanan seseorang kepada allah dan hari akhir
yakni: Memuliakan tamu, berbuat baik kepada tetangga, berkata baik atau diam.
1.
Memuliakan tamu
Memuliakan tamu adalah menyambut baik, menampakkan
keriangan atas kehadiran dan menyajikan jamuan terbaik. Bila anda orang kaya
dan tamu anda orang miskin maka ulurkanlah pertolongan. Ketika berpisah maka
berbuat baiklah sebagaimana ketika menyambut. Dan lain-lain
perilaku memuliakan. Para ulama mengatakan: menjamu tamu dituntut syariat
adalah selama tiga hari di mana jamuan di hari selebihnya adalah sedekah.
2.
Berbuat baik kepada tetangga
Orang yang berdekatan atau di kanan kiri rumah kita
adalah tetangga kita, bisa saja orang muslim, orang kafir, orang yang rajin
ibadah atau yang lainnya. Adapun berbuat baik terhadap tetangga adalah dalam
bentuk kebaikan apa saja yang dalam kemampuannya. Bila tetangga meminta bantuan maka penuhilah, bila ia sakit maka jenguklah dan bila
ia terkena musibah maka hiburlah.
Bila berbuat baik kepada tentangga adalah dituntut maka
menahan dari perbuatan yang menyakitkan adalah sesuatu keharusan. Dalam
al-quran terdapat sejumlah ayat yang menganjurkan berbuat baik terhadap
tetangga.
3.
Berkata baik atau diam
Kebahagiaan dan kenistaan seseorang adalah di ujung
lidahnya. Bila ia mengurung lisannya dalam bingkai kebaikan maka ia dapatkan
kebaikan lisannya dan bila ia keluar dari bingkai kebaikan maka ia akan
terseret ke dalam kenistaan dan akan tersungkur ke dalam jurang derita yang
dalam. Dalam hadits Rasulullah memerintahkan satu pilihan dari dua hal: ucapan
yang baik atau diam. Yakni orang yang tidak bisa berbuat dalam perkataan dan
memanfaatkan kalimat, maka supaya menahan lisannya karena yang demikian adalah
sikap lebih menyelamatkan.[12]
D.
Hadits
Abu Hurairah tentang buruk sangka.
Ada beberapa pesan yang disampaikan nabi dalam hadits
tersebut antara lain:
1.
Waspadalah terhadap sangkaan
Sangkaan di sini ialah prasangka atau dugaan. Seperti
menduga orang dengan perbuatan keji, tanpa tanda atau bekas perbuatan tersebut.
Allah melarang prasangka buruk, seperti yang sudah tertulis dalam al-Quran surat al-Hujurat ayat-12.
2.
Janganlah
mencari-cari kesalahan orang lain.
Tajassus ialah meneliti atau mencari-cari kesalahan
orang lain yang bersasaran aurat yakni sesuatu yang diharapkan tertutup, tidak
ingin diketahui, didengar atau dilihat orang lain.
3.
Janganlah
memata-matai
Takhassus
ialah meneliti atau mencari-cari kesalahan orang lain yang bersasaran
pembicaraan rahasia atau sesuatu tertutup yang bisa terbuka dengan mata atau
telinga.
4.
Janganlah
saling mendengki
Yakni
sebagian kalian tidak mendengki kepada sebagian yang lain dan menghendaki
hilangnya kenikmatan orang lain untuk berpindah kepada diri sendiri atau orang
lain, berupa harta atau non-materi. Dan bila kedengkian ini muncul dalam benak
anda, maka hadapilah dengan perlawanan, tanpa berkeinginan membiarkan
kedengkian.
5.
Janganlah Saling Membenci
Dimaksudkan tidak melakukan sesuatu yang bisa menyebabkan kebencian,
karena kebencian tidak berdiri sendiri, tanpa ada penyebab.
6.
Janganlah saling mendiamkan.
Dimaksudkan
janganlah melakukan pemutusan hubungan atau saling menjauhi. Imam Malik dalam
kitab Al-Muwaththa’ berkata: “Aku tidak menilai sikap saling mendiamkan
selain sebagai berpaling dari berdamai, di mana ia membelakangi kedamaian
dengan wajah, sebagai bagian dari sikap mendiamkan.
7.
Jadilah
hamba-hamba Allah yang bersaudara
Rasulullah
memerintahkan kita untuk saling bersaudara dengan sabda beliau:
كُوْنُوْا
عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا كَمَا اَمَرَكُمُ اللهِ
“Jadilah hamba-hamba Allah saling bersaudara, sebagaimana
diperintahkan Allah.”
Yakni
bersaudaralah dengan orang yang seiman, sebagaimana persaudaraan sekandung,
dalam kasih sayang saling membantu dan berbuat baik.
E. Hadits Abu Said al-Khudri tentang perlunya tertib di
jalan.
Kandungan
hadits di atas adalah larangan keras duduk-duduk di pinggir jalan, sebab itu
adalah majelis setan, kecuali apabila hak jalan tersebut ditunaikan.
Sebagaimana dalam hadits lain
Rasulullah saw bersabda:
فَإِنَّهَا
سَبِيلٌ مِنْ سُبُلِ الشَّيْطَانِ أَوِ النَّارِ
“Sesungguhnya
(tepi) jalanan adalah salah satu dari
jalan setan atau neraka”.
Itulah alasan kenapa Nabi Saw melarang kita duduk di tepi jalanan atau
semisalnya, tetapi dari hadits di atas kita dapati pula bahwa selain Rasulullah
saw. melarang duduk di pinggir jalan, Beliau membolehkannya dengan catatan
harus menunaikan hak-hak jalan tersebut sebagai syarat pembolehannya. Kita juga
dapati bahwa larangan duduk di pinggir jalan ditujukan bagi mereka yang tetap
ingin duduk di pinggir jalan tetapi tidak menunaikan syarat-syarat tadi.
Rasullullah saw berpesan, jika memang duduk di jalan itu diperlukan dan
tidak bisa ditinggalkan, maka wajib
memenuhi hak-hak orang lain yang melewati mereka, di antaranya yang disebutkan
dalam hadits ini ada empat macam hak. Yaitu: pertama, menundukkan
(membatasi) pandangan (dari melihat para wanita yang bukan mahramnya yang
melewatinya atau hal-hal yang diharamkan). kedua, tidak mengganggu
(menyakiti) orang dengan ucapan maupun perbuatan. ketiga, menjawab
salam. keempat, memerintahkan (manusia) kepada kebaikan dan mencegah
(mereka) dari perbuatan munkar.
F. Hadits Abu Hurairah tentang ghibah dan buhtan.
Dari hadits
di atas Nabi saw menjelaskan tentang ghibah yaitu dengan menyebut-nyebut orang
lain dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-sifatnya.
Maka setiap kalimat yang kita ucapkan sementara ada orang lain yang
membencinya, jika ia tahu kita mengatakan demikian maka itulah ghibah.
Dan jika sesuatu yang kita sebutkan itu ternyata tidak ada pada dirinya,
berarti kita telah melakukan dua kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan
(dusta).
Ghibah itu
hukumnya haram akan tetapi para 'ulama mengecualikannya dalam 6 perkara, yaitu
:
1.
Pada sebuah kedzoliman
Contoh : seseorang yang didzolimi
boleh berkata pada orang lain bahwa aku didzolimi orang tersebut, karena dia telah
mengambil hartaku. Pada permasalahan ini diperbolehkan jika hanya bertujuan
untuk mengadukan sebuah kedzoliman kepada seseorang yang mampu mencegahnya
seperti penguasa, ini diperbolehkan karena sesuai dengan hadis nabi yang
menceritakan bahwasanya hindun melaporkan kepada nabi bahwa abu sofyan itu
pemuda yang gemuk.
2.
Karena meminta pertolongan atas
suatu perkara yang munkar, dan kita mengira tidak bisa menolak perbuatan itu.
3.
Meminta fatwa
Contoh : ada seseorang yang minta
fatwa kepada seorang 'ulama dan dia berkata "fulan telah mendzolimiku,
apakah jalan yang harus saya hentikan untuk mencegah kedzoliman itu ?"
4.
Memberi peringatan bagi orang-orang
muslim dari tipu daya.
Contoh : cacatnya periwayatan dan
kesaksian dan seseorang yang memberikan pengajaran tetapi orang itu mempunyai
cacat dalam pengajarannya, maka itu boleh diungkapkan.
5.
Menyebut seseorang yang
memproklamirkan dengan sebuah kefasikan atau bid'ah seperti penguasa yang
semena-mena karena hal itu sesuai dengan hadis rasul :
اذكروا الفاجر""
6.
Memberitahukan kepada seseorang
tentang aib yang menimpa seseorang, seperti : mata satu, pincang, atau yang
lainnya, akan tetapi hal itu tidak boleh diniati dengan menghina atau
merendahkannya. [13]
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak merupakan tingkah laku manusia yang menjadi cerminan hati pada dirinya. Cerminan
hati pada diri seseorang bisa berupa baik atau terpuji dan juga bisa berupa
buruk atau tercela. Akhlak yang baik bisa berupa kejujuran, berbuat baik pada
tetangga dan banyak lagi lainnya. Akhlak tercela bisa berupa buruk sangka,
ghibah, buhtan dan lain sebagainya.
Kunci akhlak
yang baik adalah dari hati yang bersih. Dan hati yang bersih adalah hati yang
selalu mendapatkan cahaya dan sinar dari Allah SWT. Dengan sinar itu, hati akan
dapat melihat dengan jelas mana akhlak yang baik dan mana akhlak yang buruk.
Mana perbuatan terpuji dan mana perbuatan yang tercela. Maka dari itu kita
harus selalu berdoa kepada Allah SWT agar hati kita selalu mendapatkan cahaya
dari-Nya.
B. Penutup
Demikianlah
makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput
dari kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu maka kami sangat mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Arif, Ahmad Adib, Akidah
Akhlak, Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2009
Al-Bukhari, Abi Abdullah Muhammad
Bin Ismail, Shahih
Bukhari
Juz 3, Istambul: Daarul Fikri, 1981
________, Shahih Bukhari Juz 7,
Istambul: Daarul Fikri, 1981
Al-Hajaj, Abi Khusain Muslim Bin, Shahih
Muslim Juz 4, Libanon: Darul Khutub Al ‘Alamiyah,
1971
Juwariyah, Hadits
Tarbawi, Yogyakarta: Teras, 2010
Al-Khauli, Muhammad Abdul Aziz, Menuju Akhlak
Rasulullah SAW, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2006
Nawawi, Imam, Riyadhus Shalihin,
Terj. Ahmad Sunarto, Jakarta: Pustaka Imani, 1999
[1] Abi Khusain
Muslim Bin Al-Hajaj, Shahih Muslim Juz 4,(Libanon: Darul Khutub Al ‘Alamiyah, 1971), hlm. 1980.
[3] Abi Abdullah
Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari Juz 7, (Istambul: Daarul Fikri, 1981), hlm. 135.
[4] Ibid.,
hlm. 116.
[5] Abi Abdullah
Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari Juz 4, (Istambul: Daarul Fikri, 1981), hlm. 144.
[7] Abi Khusain
Muslim Bin Al-Hajaj, Loc.Cit., hlm. 2001.
[8] Ahmad Adib
Al-Arif, Akidah Akhlak, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2009), hlm. 22.
[9] Ibid, hlm. 52
[10] Muhammad Abdul
Aziz Al-Khauli, Menuju Akhlak Rasulullah SAW, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2006), hlm.113
[11] Juwariyah, Hadits
Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 72.
[12] Muhammad Abdul
Aziz Al-Khauli, Op.Cit., hlm. 101-103.
[13] Muhammad bin
Ismail Al Amir, Subulus Salam, (Lebanon: Darul Kotob Al-Ilmiyah, 2008), hlm.
195-196.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar