AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits
Dosen Pengampu: Prof. DR. HM. Erfan Soebahar, MA.
Disusun Oleh:
Nurul Khasanah
(113111013)
Muhammad Fathoni
(113111033)
M Agus Salim
(113111034)
Zoraya Rahmawati
(113111043)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SEMARANG
2012
I.
PENDAHULUAN
Sesungguhnya kebenaran dan kemungkaran akan senantiasa terus
bertarung di muka bumi semenjak keberadaan manusia di atasnya. Setiap meredup
cahaya keimanan dalam jiwa-jiwa manusia. Allah mengutus orang yang mengkokohkan dan
mambangkitkanya kembali. Allah mempersiapkan orang-orang yang
bangkit membela kebenaran, sehingga para pendukung kebatilan seantiasa tunduk
dan kalah.[1]
Ketahuilah
bahwasanya amar ma’ruf nahi munkar merupakan poros yang paling besar dalam
agama islam dan merupakan tugas yang karenanya Allah mengutus para nabi.
Andaikan tugas ini ditiadakan, maka akan muncul kerusakan dimana-mana dan dunia
akan binasa.
Seluruh kaum muslimin telah bersepakat
atas wajibnya meningkari kemungkaran. Seorang muslim wajib mengingkari
kemungkaran sesuai dengan kemampuanya, mengubahnya sesuai dengan kekuatanya
untuk melakukan perubahan, dengan perbuatan atau dengan perkataan, dengan
tanganya atau dengan lidahnya, atau dengan hatinya.
Jika nahi mungkar ditinggalkan,
maka kejahatan akan tersebar di muka bumi serta akan merebak berbagai
kemaksiatan dan kedurhakaan, akan bertambah jumlah pembela kerusakan, mereka
akan menguasai orang-orang baik dan menjajahnya, sehingga lenyaplah rambu-rambu
akhlak yang utama, tersebar perilaku hina dan ketika itu maka semua orang
berhak mendapatkan murka Allah SWT, dihinakan dan disiksa.
II. HADIST DAN TERJEMAH
A. Hadist
Abu Bakar al-Shidiq tentang penurunan azab menimpa semua masayarakat
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ: أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ
قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ أَنَّهُ قَالَ:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الآيَةَ: {يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا
اهْتَدَيْتُمْ} [المائدة: 105] ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ §النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ
يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ» حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ،
نَحْوَهُ. وَفِي البَابِ عَنْ عَائِشَةَ، وَأُمّ سَلَمَةَ، وَالنُّعْمَانِ بْنِ
بَشِيرٍ، -[468]- وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، وَحُذَيْفَةَ وَهَكَذَا رَوَى
غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ نَحْوَ حَدِيثِ يَزِيدَ وَرَفَعَهُ بَعْضُهُمْ
عَنْ إِسْمَاعِيلَ وَأَوْقَفَهُ بَعْضُهُم
Menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’ beliau berkata:
menceritakan Yazid bin Harun beliau berkata: mengabarkan kepada kami Ismail bin
Abi Kholid, dari Qais bin Abi Hazim, Qais dari Abi Bakar As Siddiq
sesungguhnya beliau berkata: Wahai orang-orang sesungguhnya kalian bacalah ayat
ini: “Wahai orang –orang beriman jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu
akan memberi madhorot kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.”[2]
Dan sesungguhnya saya mendengar langsung dari dari Rasulullah SAW. beliau
bersabda, ”Sesungguhnya manusia ketika kalian melihat kesesatan maka janganlah
membantu mereka, maka Allah akan menurunkan adzab.
B. Hadits Abi Sa’id al-Khudri tentang perintah mencegah
kemungkaran
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ قَيْسِ بْنِ
مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، قَالَ: أَوَّلُ مَنْ قَدَّمَ الخُطْبَةَ
قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ لِمَرْوَانَ: خَالَفْتَ
السُّنَّةَ، فَقَالَ: يَا فُلَانُ، تُرِكَ مَا هُنَالِكَ، فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ:
أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ، -[470]- سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «§مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغيِرْهُ بِيَدِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الإِيمَانِ» : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
“Mengabarkan
kepada kami Bundar, beliau berkata: mengabarkan Abdurrahman bin Mahdi berkata
Sufyan mengabarkan dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab beliau berkata;
Orang yang pertama mendahulukan khutbah sebelum sholat adalah Marwan, kemudian
seorang lelaki berdiri kemudian berkata kepada Marwan: engkau sudah
bertentangan dengan sunnah, kemudian berkata: wahai Fulan perkara itu sudah di
tinggalkan. Kemudian Abu Sa’id berkata: Adapun ini, apa yang telah
diwajibkan padanya telah gugur. Saya mendengar langsung dari
Rasulullah,”Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah kemungkaran itu
dengan tangannya, ketika tidak mampu maka dengan lisannya, kemudian apabila
masih tidak mampu maka dengan hatinya maka hal ini adalah paling lemahnya iman.[3]
III. PEMBAHASAN
A. Hadits Abu
Bakar tentang penurunan azab menimpa semua masyarakat
Hadis ini memiliki
urutan sanad antara lain: Ahmad bin mani’ mendapat berita dari Yazid bin
Harun, Yazid mendapatkan berita dari Ismail bin Abi Kholid, Ismail mendapat
berita dari Qois bin Abi Hazm Qais mendapat berita dari Abu Bakar As Siddiq,
Abu Bakar mendengar langsung dari Rosullullah SAW. Hadist ini di
riwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
Hadits ini menjelaskan
tentang sebuah pesan Rasulullah kepada seluruh umatnya sejak masa shahabat
hingga berlangsung sepanjang masa. Dalam hadits ini Rasulullah berpesan kepada
umatnya lewat ayat yang diturunkan Allah kepadanya tentang menjaga diri
masing-masing umat, apabila setiap umat sudah mampu menjaga diri mereka dengan
petunjuk yang telah diberikan oleh Allah maka kesesatan apapun akan dapat
mereka singkirkan dari diri dan lingkungan mereka. Rasulullah bersabda “Apabila
kalian melihat kesesatan kemudian kalian tidak mengubah atau ragu untuk
mengubahnya maka Allah akan menurunkan azab kepada semua masyarakat”. Hal ini
berhubungan dengan firman Allah dalam QS. Al Furqon: 19
ôs)sù Nä.qç/¤2 $yJÎ/ cqä9qà)s? $yJsù cqãèÏÜtFó¡n@ $]ù÷|À wur #ZóÇtR 4 `tBur NÎ=ôàt öNà6ZÏiB çmø%ÉçR $\/#xtã #ZÎ72 ÇÊÒÈ
“Dan barangsiapa diantara kalian berbuat
zhalim, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar.”(QS. Al Furqon:19)
Ketika terlintas oleh
seorang Muslim dorongan kemanusiaannya, dan dosa, maka ia melawannya dengan
mengusirnya dari dalam dirinya, dan membencinya agar lintasan tersebut tidak
menjadi obsesi, atau keinginan yang ia kerjakan, kemudian ia celaka karenanya.
Jika ia tertarik kepada sesuatu, ia berkata,”Apa saja yang dikehendaki Allah
pasti terjadi. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah.” Dengan cara
seperti itu ia tidak dapat di pengaruhi oleh lintasan hatinya, dan tidak
menyerah kalah.[4]
Secara empiris membuktikan bahwasanya jika kemungkaran
dibiarkan begitu saja dan tidak diubah, maka tidak lama kemudian kemungkaran
tersebut akan dianggap sesuatu yang wajar dan di kerjakan oleh semua orang
dewasa dan anak-anak. Jika itu telah terjadi, maka kemungkaran tersebut sulit
untuk di hilangkan. Ketika itulah para pelakunya berhak mendapatkan hukuman
dari Allah SWT. Jika kemungkaran dalam masyarakat muslim di biarkan begitu saja
dan kebaikan tidak diperintahkan kepada mereka, maka tidak lama berselang
mereka berrohani buruk atau orang-orang jahat, tidak menyuruh kepada kebaikan,
dan tidak melarang dalam kemungkaran. Dari hasil pengamatan sehari-hari dapat
kita jika jiwa manusia terbiasa dengan keburukan, maka keburukan tersebut akan
menjadi wataknya. Itulah kerja amar ma’ruf nahi mungkar.[5]
a. Penjelasan
surat al ma’idah ayat 105
Ayat di
atas menjelaskan keengganan kaum musyrikin mengikuti tuntunan Allah dan
Rosul-Nya karena kengganan mereka membatalkan tradisi nenek moyang. Pembatalan
itu jika mereka terima merupakan pengakuan atas kebodohan dan kepicikan orang
tua mereka, dan ini tentu saja dalam pandangan mereka merupakan madharat
merugikan mereka. Untuk meluruskan hal ini kaum muslimin diingatkan bahwa
menerima petunjuk Allah sama sekali tidak akan mengakibatkan madharat.
Ayat ini
bukan berarti mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar. Diriwayatkan oleh
Imam Ahmad Ibnu hanbal dalam musnadnya bahwa suatu ketika Rasul SAW, melihat
Abu Amir al-Asy’ari berdiam diri menghadapi sesuatu. Maka beliau bersabda: ”Hai
Abu Amir, bukankah seharusnya engaku mengubah atau menegur?” Abu Amir menjawab
dengan menggunakan ayat ini sehingga Rasul SAW, marah (menegurnya) dengan keras
sambil bersabda: ”Kemana kalian pergi (dalam memahami ayat ini)? Kalian hanya
tidak akan mendapat mudharat atas kesesatan orang-orang kafir kalau kalian
telah memperoleh hidayah (mengamalkanya)”[6]
B. Hadist Abi Sa’id tentang perintah mencegah
kemunkaran
Muslim
meriwayatkan dari Thariq bin Shihab, dia berkata, orang yang pertama mengawalkan
khutbah pada sholat Ied adalah marwan kemudian laki-laki berdiri dan berkata,”
Sholat khotbah .” dia berkata, “ yang demikian itu telah ditinggalkan. “ Maka
Abu Said berkata , “Adapun ini, apa yang telah diwajibkan kepadanya telah
gugur.” Yaitu telah menunaikan kewajiban dengan menginkari perbuatan yang
menyalahi sunnah Rosulullah SAW- kemudian dia berkata, “ saya mendegar
.......”(al-hadist)
Dalam
riwayat Al-Buhari dan Muslim, sesungguhnya Abu Said RA. adalah orang yang
menarik tanganya dan berkata apa yang dikatakan kepadanya (Marwan). Maka Marwan
menjawab seperti apa yang disebutkan. Barangkali laki-laki itu mengingkari
terlebih dahulu dengan ucapanya, kemudian Abu Sa’id berusaha untuk mengubah
kemungkaran dengan tanganya.wallahu a’lam[7]
1. Pengertian
amar ma’ruf nahi munkar
Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar berarti
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.[8]
Sedangkan secara etimologis berarti yang di kenal, sebaliknya munkar adalah
sesuatu yang tidak dikenal. Menurut Muhammad Abduh ma’ruf adalah apa yang
dikenal (baik) oleh akal sehat dan hati nurani, sedangkan munkar adalah apa
yang ditolak oleh akal sehat dan hati nurani.[9]
Adapun nahi munkar mengandung pengertian hal-hal yang
munkar, yang menurut Al Maududi adalah nama untuk segala dosa dan
kejahatan-kejahatan yang sepanjang masa telah dianggap watak manusia sebagai
perbuatan yang jahat. Misalnya membunuh, memfitnah,memusuhi, berzina, berbuat
curang, korupsi, mendzalimi masyarakat, dusta dan sifat buruk lainnya.[10]
Amar ma’ruf nahi munkar adalah ibadah yang sangat mulia, dan sebagaimana yang
dimaklumi bahwa suatu ibadah tidak akan diterima oleh allah kecuali apabila
ikhlas kepada-Nya dan sebagai amal yang sholeh, suatu amalan tidak akan mungkin
menjadi amal sholeh kecuali apabila berlandaskan ilmu yang benar. Karena
seseorang yang beribadah tanpa ilmu maka ia lebih banyak merusak daripada
memperbaiki, karena ilmu adalah imam amalan, dan amalan mengikutinya.
Merupakan
poros yang paling besar dalam agama, merupakan tugas yang karenanya Allah
mengutus para nabi andai kata tugas ini ditiadakan maka akan muncul kerusakan
diman-mana dan dunia pun akan binasa.[11]
2. Unsur-unsur penyampaian amar ma’ruf nahi
munkar diantaranya:
a. Ilmu
Diantara
syarat dakwah amar ma’ruf nahi munkar adalah ilmu. Aksi dari amar
ma’ruf nahi munkar ini juga harus dilakukan secara bijak, dan didukung
dengan ilmu dan kefakihan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Umar bn Adul
Aziz, “ barang siapa yang beribadah kepada allah tanpa ada ilmu, dia akan
lebih banyak memberi kerusakan daripada kemaslahatan.” Mu’adz r.a. berkata,”
ilmu adalah pemimpin amal sedangkan amal itu adalah pengikutnya. Hal ini sangat
jelas kerana niat dan amal itu, apabila keduanya tidak disertai dengan ilmu, ia
hanya akan menjadikan kebodohan, kesehatan dan penurutan terhadap hawa nafsu.”
Selain itu
kita juga harus selalu membandingkan antara kemaslahatan dan kerusakan yang
terjadi, sebelum kita melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.[12]
b.
Kelembutan
Dalam
kelembutan aksi amar ma’ruf nahi mungkar, kita pun harus selalu
bersikap lemah lembut, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW.,” Perbuatan apa
saja yang disertai sikap lemah lembut, maka ia akan menjadi indah. Dan
perbuatan apa saja yang disertai sikap jelek, maka ia akan menjadi jelek.”
Dalam riwayat lain beliau bersabda,” Barang siapa yang tidak memiliki sikap
lemah lembut, niscaya ia akan diharamkan dari segala kebaikan.”[13]
Amar ma’ruf
nahi munkar hendaknya
di lakukan dengan cara yang hikmah sebagaimana firman Allah SWT,
“ Serulah
(manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik” (Qs
an-Nahl:125)
Hikmah
itu berbeda-beda tergantung kondisi orang yang diperintah dan dilarang, juga
tergantung pada apa yang diperintahkan dan dilarang adakalanya amar ma’aruf
harus dilakukan dengan lemah lembut dan basabasi, juga ada kalanya tidak ada
pilihan lain kecuali harus dengan keras dan kasar. Ahmad Rahimahullah berkata,”
manusia membutuhkan basa-basi dan kelemah lembutan dalam amar
ma’ruf nahi munkar tanpa adanya kekerasan kecuali terhadap
orang-orang yang terang-terangan dalam melakukan kefasikan, maka tidak ada yang
haram lagi atas orang tersebut.
c. Kesabaran
Seorang
pemberi nasehat harus sabar dengan penderitaan yang dialaminya. Inilah
sifat yang diwasiatkan Luqman kepada anaknya dalam firman allah SWT.,” Hai
anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh allah) (QS luqman [31]: 17)[14]
Ibnu
Syubrumah berkata dan ditegaskan lagi oleh Ahmad, “ amar ma’ruf nahi mukar
adalah seprti jihad maka yang melakukanya harus bersabar dalam menghadapi dua
orang, dia haram untuk lari dari mereka, dan dia tidak wajib bersabar jika
harus menghadapi lebih dari dua orang. Namun, jika dia sanggup menanggung
penderitaan dan merasa kuat maka itu lebih utama.[15]
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
· Kemungkaran jika dibiarkan saja maka
akan menjadi hal yang wajar, dan jika itu terjadi maka semuanya akan mendapat
siksa atau adzab dari Allah apapun bentuk kemungkaran harus kita cegah, semampu
kita. Baik dengan perbuatan atau kekuasaan (tangan), dengan lisan (ucapan),
ataupun hanya sekedar dengan hati yaitu mengingkari perbuatan munkar tersebut.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah menyuruh apa yang diperintahkan oleh
syara’ dan dinilai baik oleh akal, dan mencegah apa yang dilarang syara’
dan dinilai buruk oleh akal. Namun apabila perbuatan itu dianggap baik oleh
akal sedangkan dianggap buruk oleh syara’ maka kita harus meningalkannya.
Dalam menyampaikan Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus dengan ilmu, kesabaran
dan kelembutan. Kesesatan akan tersingkir jika setiap umat dapat menjaga diri
dengan petunjuk dari Allah.
B. Penutup
Demikianlah
makalah yang bisa kami susun. Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena tu maka kami sangat
mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Ahmad Iwad, Mutiara Hadis Qudsi, Kairo:
Markaz Al-Kitab li Al- Nasyr, 2006.
Al-Bugha,
Dieb Mustafa, Al-Wafi fi syarhi Arba’in Nawawi, Beirut: Muassasah Ulumil Qur’an, t.th.
Ilyas, Yunahar,
Kuliah Ahlak, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengalaman, 2007.
Abu Al-jazair Bakr, Minhajjul Muslim,
Beirut: Darul Fikr, t.th.
Nata, Abuddin, Tafsir ayat-ayat pendidikan (Tafsir ayat-ayat
pendidikan nabawiy), Jakarta: PT. Raja grafindo persada, 2002.
Qudamah, Al-Imam
Asy-Syeikh Ahmad Bin Abdurrahman bin, Minhajul Qosidin, (Jakarta:
Pustaka Al – Kausar, 2006), hlm.147
Shihab, M
Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Tim
Pentashih Al Qur’an Departemen Agama, Al-Qur’an Bahasa Indonesia
Terjemah, Kudus: Menara Kudus, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar