POKOK-POKOK AJARAN
ISLAM
DAN PERASAAN MALU
Makalah
Disusun guna Memenuhi
Tugas
Mata kuliah: Hadits
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. M. Erfan Soebahar, M.A.
Disusun
oleh:
Siti Munadhiroh 113211011
Furaida Ayu Musyrifa 113211023
Hilmi Sahab 113211024
Ahmad Najib 113211042
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
POKOK-POKOK AJARAN AGAMA ISLAM
DAN PERASAAN MALU
I.
PENDAHULUAN
Islam merupakan
agama yang diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW yang dimana dalam
ajaran agama Islam tersebut menyempurnakan ajaran-ajaran agama nabi-nabi yang
ada sebelum nabi Muhammad SAW. Allah SWT juga menegaskan bahwa ajaran agama Islam
merupakan ajaran agama yang sempurna dan Allah SWT juga telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya dalam agama Islam.
Dalam agama Islam
terdapat beberapa pokok atau pilar yang sangat urgen yang mana apabila pokok
atau pilar ini tidak terdapat pada diri seorang muslim, maka keislamannya
diragukan. Pilar atau pokok tersebut yang begitu urgen di antaranya adalah 1)
iman, 2) Islam, 3) ihsan. Ketiga pilar tersebut menjadi sendi pokok yang
bersifat urgen dalam ajaran agama Islam. Serta di dalamnya juga termasuk rukun
iman dan rukun Islam. Di antara rukun iman tersebut adalah iman akan datangnya
hari kiamat kelak. Rukun iman tentunya dirasa
sangat berat untuk dijadikan sebuah keyakinan karena semua rukun iman
itu bersifat ghaib dan belum pernah kita lihat. Berbeda halnya dengan rukun Islam,
yang mana rukun Islam itu lebih menitik beratkan pada sebuah tuntutan.
Seseorang yang
sudah mempunyai iman, Islam dan ihsan, tentu dalam dirinya akan timbul perasaan
malu jikalau dirinya melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama Islam
karena perasaan malu mempunyai relasi yang kuat dengan iman. Semakin tinggi
iman seseorang, maka semakin tinggi pula perasaan malu untuk melakukan hal-hal
yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Maka di dalam makalah ini akan membahas
tentang pengertian Iman, Islam, Ihsan, Hari kiamat dan perasaan malu.
II.
HADIST TERJAMAH
A.
Hadist Umar bin Khattab tentang Iman, Islam, Ihsan dan Hari Kiamat
عَنْ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ ، قَالَ
: بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ
يَوْمٍ ، اِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَذِيْدُ
بَيَاضِ الثِّيَابِ ، شَذِيْدُ سَوَادِ الشَّعَرِ ، لَا يُرَى عَلَيْهِ اَثَرُ السَّفَرِ
، وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدٌحَتَّى جَلَسَ اِلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَاَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ اِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى
فَخِذَيْهِ. وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، اَخْبِرْنِيْ عَنِ اْلِاسْلَامِ، فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((اَلْاِسْلَامُ اَنْ تَشْهَدَ اَنْ لَااِلَهَ
اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ
الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ,
وَتَحُجَّ الْبَيْتَ, إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا)). قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ:
فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّ قُهُ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِى عَنِ الْاِيْمَانِ، قَالَ: (( أَنْ
تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرَسُلِهِ، وَاْليَوْمِ الْاَخِرِ،
وَتُؤْمِنُ بِاْلقَدْرِ} خَيْرِهِ وَشَرِّهِ)). قَالَ: صَدَقَتْ. قَالَ: فَباخْبِرْنِي
عَنِ اْلاِحْسَانِ، قَالَ: (( اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ، فَاِنْ لَمْ
تَكُنْ تَرَاهُ، فَاِنَّهُ يَرَاكَ )). قَالَ: فَاَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ:
((مَا اْلمسْئُوْلُ عَنْهَا بِاَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ)). قَالَ: فَاَخْبِرْنِيْ عَنْ اَمَارَتِهَا. قَالَ:
((اَنْ تـَلِدَ اْلَامَةُ رَبَّتَهَا، وَاَنْ تَرَى الْحُفَاةَ اْلعُرَاةَ اْلعَالَةَ،
رِعَاءَ الشَّاءِ، يَتَطَاوَلُوْنَ فِى الْبُنْيَانِ)). قَالَ: ثُمَّ انْطَلَقَ. فَلَبِثْتُ
مَلِيًّا. ثُمَّ قَالَ لِيْ: ((يَا عُمَرُ، اَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِلَ))؟ قُلْتُ:
اللهُ وَرَسُولُهُ اَعْلَمُ، قَالَ: ((فَاِنَّهُ جِبْرِيْلُ، اَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ
دِيْنَكُمْ)).(اخرجه مسلم فى كتاب الايمان)
Dari Umar bin
Khathab RA, Umar berkata: Suatu hari muncul di hadapan kami seorang yang
berpakaian putih, rambutnya hitam sekali dan tampak tanda-tanda perjalanan.
Tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah
saw kedua kakinya menghimpit kedua kaki Rasulullah saw, dan kedua telapak
tangannya diletakkan di atas paha rasulullah saw, seraya berkata, “ ya
Muhammad, beritahu aku tentang islam. “ Lalu Rasulullah Saw menjawab, “ Islam
ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Mhammad Rasulullah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji
apabila mampu. “ kemudian dia bertanya lagi, “ Kini beritahu aku tentang iman.”
Rasulullah Saw menjawab, “ beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya,
kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan
buruknya.” Orang itu lantas berkata.” Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.”
Rasulullah berkata, “ beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihatNya walaupun
anda tidak melihatNya, karena sesungguhnya Allah melihat anda.” Dia bertanya
lgi, “ Beritahu aku tentang assa’ah ( hari kiamat) .” Rasulullah menjawab,”
Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi,
Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasululah menjawab, “ Seorang budak
wanita melahirkan majikanya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang,
melarat, dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung
bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandanagn mata. Lalu
Rasulullah saw bertanya kepada umar,” Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang
bertanya tadi? “ Lalu Umar Menjawab, “ Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.”
Rasululah lantas berkata, Itulah jibril datang untuk mengajarkan agama kalian.”
( HR. Muslim)[1]
B.
Hadist Abu Hurairah tentang Perasaan
Malu
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلْحَيَاءُ مِنَ اْلِايْمَانِ وَاْلِايْمَانُ
فِي الْجَنَّةِ وَاْلبَذَاءُ مِنَ اْلجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ (اخرجه
الترمذي كتاب البر والصلة)[2]
Dari Abu hurairoh berkata, Rasulullah SAW berkata: Malu sebagian
dari iman dan iman itu membawa pada keselamatan (jorok). Perkataan jorok itu
sebagian dari perangai yang buruk dan perangai yang buruk itu membawa pada
kesengsaraan (neraka).
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Iman, Islam, Ihsan dan
Hari Kiamat
1.
Iman
Iman berasal dari kata أَمَنَ-يُؤْمِنُ-إِيْمَانًا, artinya percaya. أَمِنَ-يَأْمَنُ-أَمِنًا berarti aman dan damai. Percaya adalah pengakuan dan keyakinan seseorang
terhadap sesuatu. Ia mengakui dan meyakini suatu kebenaran secara benar tanpa
adanya keraguan sedikit pun, serta meyakini suatu kesalahan secara benar pula,
artinya menyakini bahwa sesuatu itu memang kesalahan yang benar-benar salah.
Iman menurut Al-Qur’an berarti suatu keyakinan mantap dalam hati.
Melalui iman seorang mukmin meyakini dan mempercayai Allah Swt bahwa Allah swt adalah
satu-satunya tuhan pencipta semesta alam yang Maha Benar, sumber kebenaran dan
pemberi kebenaran.
Menurut hadist di atas, iman meliputi enam perkara, yakni:
· Iman kepada
Allah.
· Iman kepada
malaikat-malaikat Allah.
· Iman kepada
kitab-kitab Allah.
· Iman kepada
rasul-rasul Allah.
· Iman kepada
hari akhir.
· Iman kepada qodho’
dan qadar Allah.
Benih-benih iman yang telah di tanamkan Allah kepada manusia sejak
mereka diciptakan perlu adanya tindak lanjut untuk menumbuhkan benih-benih iman
supaya bisa tumbuh dan menaungi diri mereka dan orang lain. Dalam hal ini orang
tualah yang sangat berperan penting dalam menumbuhkan benih-benih iman.
Imam Ghazali mengatakan setiap orang mempunyai potensi untuk
melihat, tetapi ia tidak dapat melihat apabila tidak ada cahaya yang masuk ke
dalam mata, begitu juga dengan potensi iman yang dimiliki seseorang harus
ditindaklanjuti oleh orang tua dan lingkungan.[3]
2.
Islam
Islam berasal dari kataسَلِمَ-يَسْلَمُ-سِلْمًا , artinya damai, jauh dari sifat permusuhan dan pertengkaran.
Sedangkan dari asal kata سَلِمَ-يَسْلَمُ-سَلَامٌ yang artinya
sejahtera, selamat dan bersih. Menurut syara’, Islam adalah agama Allah yang
mengajarkan keimanan, mentaukidkan Allah Swt. dan menentang segala bentuk
kemusyrikan, kezaliman, kekufuran, kebatilan dan sebagainya.[4]
Didalam hadist diatas juga di terangkan pengertian islam, Islam
dibangun (ditegakkan atas lima perkara,
yaitu: syahadat, bahwa tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad Saw adalah utusan
Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, melaksanakan haji dan puasa di bulan
ramadhan.
Kelima pilar di atas adalah pokok-pokok ajaran islam berupa ibadah.
Ibadah-ibadah tersebut kemudian dirangkum menjadi rukun islam. Adapun rukun
islam wajib ditegakkan seluruhnya dan tidak boleh ditinggalkan sama sekali.
Islam seperti pokok kayu. Rukun iman sebagai urat atau akar,
sedangkan rukun islam sebagai batang, dahan dan ranting. Iman mempunyai
kedudukan yang jauh lebih penting dari rukun islam. Begitu pula keadaan seorang
islam yang tak beriman, atau lemah imannya karena tidak dipupuk dan dipelihara,
agamanya akan merana, tidak ada perhatian dan kegiatan padanya untuk melakukan
ibadat yang dinamakan rukun islam yang lima. Orang yang beragama islam yang
tidak melakukan ibadat, adalah agamanya itu ibarat pokok kayu yang tak berbuah.[5]
3.
Ihsan
Ihsan secara etimologi artinya berbuat baik. Berbuat
baik itu tidak hanya di lakukan kepada Allah Swt sebagai pencipta alam semesta namun
juga kepada manusia. Kita tidak bisa lepas dari bimbingan Allah Swt sedikit pun
karena Allah pemberi hidayah dan rahmat. Kita tidak bisa lepas dari manusia
juga karena jati diri manusia itu sebagai makhluk sosial yang membutuhkan
manusia lain atau makhluk lain.
Ihsan kepada Allah
berarti menyembah Allah dengan ikhlas, seakan-akan melihat Allah dihadapan
kita. Dengan begitu dalam melaksanakan semua perbuatan kita merasa sedang di
pantau oleh Allah Swt, khususnya dalam hal beribadah kepada Allah.
Sedangkan ihsan kepada manusia adalah berbuat baik kepada manusia
sesuai dengan aturan kemasyarakatan dan aturan muamalah yang seharusnya. Kita
dalam bergaul dengan lingkungan sekitar yakni masyarakat tentunya mempunyai
aturan-aturan, karena apabila tidak ada aturan dalam bergaul dengan masyarakat,
maka akan timbul yang namanya permusuhan, hasud, dengki dan lain-lain.
4.
Hari kiamat
Beriman kepada hari kiamat adalah mempercayai sepenuh hati bahwa
hari kiamat pasti datangnya. Tak ada seorangpun yang mampu menolak dan
menahannya walau dengan teknologi secanggih apaupun, karena datangnya hari
kiamat itu sudah merupakan ketentuan Allah Swt pada zaman azali dan tidak ada
kekuatan manapun yang dapat menandingi qodrat Allah Swt. Kiamat itu tidak dapat
diketahui kapan waktu datangnya, akan tetapi dapat diketahui akan kedatanganya
melalui tanda-tanda yang telah tercantum dalam hadits maupun al qur’an, diantaranya
adalah[6]:
a.
Orang tua melahirkan anak yang bertindak sebagai tuannya.
Dari salah satu tanda hari kiamat di atas dapat dipahami bahwa
sudah banyak anak yang memperbudak orang tuanya sendiri. Sukanya bermain-main, ketika
pulang, tahunya makanan siap, pakaian bersih, uang jajan cukup dan segala
kebutuhan cukup. ketika dewasa, anak itu semakin menganggap orang tuanya
sebagai manusia tidak berguna.
Sungguh anak yang demikian itu termasuk anak yang durhaka dan
mempercepat datangnya hari kiamat karena dia telah memperbudak orang tuanya
sendiri.
b.
Orang-orang yang tidak beradab terpilih menjadi pemimpin.
Itu berarti orang sudah tidak memperdulikan kompetensi dan keahlian
untuk diserahi kepemimpinan. Yang diburu hanyalah uang, keterkenalan dan banyak
teman. Padahal tidak mudah untuk menjadi seorang pemimpin yang baik.
Seorang pemimpin yang baik haruslah memiliki pengetahuan yang luas,
mampu mengeluarkan seluruh potensi masyarakat untuk mencapai kemaslahatan
masyarakat, serta mampu berhubungan baik dengan segenap lapisan masyarakat.
Jika syarat-syarat kepemimpinan tersebut tidak dimiliki oleh
seorang pemimpin, maka yang terjadi adalah kesesatan dan menyesatkan. Hal ini
adalah salah satu sebab cepat datangnya hari kiamat.
c.
Kaum tidak terdidik berlomba-lomba membangun rumah.
Ini artinya orang-orang yang tidak berpendidikan justru mendapatkan
peluang meraih kesuksesan duniawi. Orang-orang pandai dan berilmu justru terpinggirkan
dan tidak diberi kesempatan.
Saat ini sudah banyak terjadi bahwa kesuksesan seseorang tidak lagi
ditentukan oleh pendidikan dan ilmu pendidikan tetapi lebih didominasi oleh
faktor-faktor yang bernilai rendah.
Sesudah terjadinya kiamat itu, semua roh-roh manusia diberi
bertubuh kembali seperti kehidupan di dunia sekarang ini. Semua manusia yang
pernah hidup di dunia ini sekalipun hanya satu detik lamanya, akan ditiup
kembali. Dan inilah yang dinamai kehidupan akhirat, yaitu satu macam kehidupan
yang hampir sama dengan kehidupan di dunia sekarang ini, tetapi berlainan sifat
dan keadaannya.
Kehidupan akhirat yang kekal dan abadi itu gunanya ialah untuk
mempertanggungjawabkan semua amal perbuatan apa saja yang pernah dilakukan
semasa hidupnya di dunia.[7]
B.
Pengertian Malu
Malu adalah mencegah lisan dari perkataan–perkataan yang jelek yang
di benci Allah dan manusia, mencegah diri dari perbuatan yang jelek. malu itu ada tiga macam di antaranya yaitu:
1.
Malu kepada Allah.
عَنْ عَبْدِاللهِ
بْنِ مَسْعُوْدِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَ عَلَيْهِ وَالصَّلاُة وَالسَّلاَمُ
قَالَ: اِسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ قَالَ: فَقُلْنَا: يَانَبِيَّ
اللهِ اِنْ نَسْتَحْيِ قَالَ لَيْسَ ذَلِكَ اسْتِحْيَاءُ وَلَكِنْ مَنِ اسْتَحْيِ
مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الَّرأْسِ وَمَاحَوَى وَالْبَطَنَ وَمَاوَعَى
وَاْليَذْكُرُالْمَوْتَى وَاْلبَلَى وَمَنْ اَرَادَالْأَخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاثَرَ الْأَخِرَةِ عَلَى اْلُاوْلَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِاسْتَحْيَا
مِنَ اللهِ تَعَالَى حَقُّ الْحَيَاءِ.
dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa nabi
Muhammad Saw bersabda: malulah kepada Allah Swt dengan sungguh-sungguh”. Para
sahabat menjawab, “ Wahai nabi Allah, sesungguhnya kami telah malu kepadanya.
Nabi Muhammad berkata: bukan iu yang dinamakan malu kepadanya. Tetapi barang
siapa malu kepadanya maka jagalah kepala serta kandunganya, perut serta
kandunganya, jangan sampai menjalankan hal-hal yang dilarang Allah. disamping
itu kenanglah kematian. Barang siapa menghendaki akhirat, maka tinggalkanlah
perhiasan kehidupan dunia, seta menangkanlah urusan akhirat. Barang siapa
mengerjakan itu semua, berarti dia benar-benar malu kepada Allah.[8]
Dari uraian diatas, menjelaskan bahwa yang dinamakan malu kepada
Allah bukanlah hanya sekedar malu tidak mengerjakan sholat ataupun yang lainya,
akan tetapi malu apabila dirinya atau anggota tubuhnya masuk atau berada pada
hal-hal yang dilarang Allah. Misalnya: makan makanan yang dilarang Allah Swt,
makan barang riba dan lain-lain. Maka dari itu, menjaga diri atau tubuh kita
agar tidak kemasukan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt adalah sangat penting
sekali karena disamping merugikan diri sendiri, besok pada hari kiamat kita
akan dihisab oleh Allah. Begitu hina apabila kita masuk neraka sebab makan
barang haram.
2.
Malu kepada sesama manusia
Malu sesama manusia yaitu malu apabila diri kita untuk menyakiti
orang lain dan meninggalkan sesuatu yang jelek dengan menjauhi perkataan yang
tidak berfaidah bagi orang lain. Malu kepada sesama manusia ini harus dipunyai
oleh setiap orang, khususnya orang-orang muslim, karena watak seorang manusia
adalah makhluk sosial yang artinya manusia itu tidak mungkin akan bisa hidup
sendirian tanpa manusia lain. Maka dari itu kita sebagai makhluk sosial harus
menjaga diri kita agar tidak menyakiti manusia lain yang ada di sekitar kita.
Akan tetapi jika malu dalam kebaikan maka hal tersebut juga tidak bisa
dikatakan dengan malu.
3.
Malu kepada diri sendiri
Sebelum kita malu kepada orang lain maupun malu kepada Allah Swt.,
kita harus malu kepada diri sendiri dulu. Karena apabila kita malu terhadap
diri kita sendiri dulu, maka tentu kita akan malu kepada Allah Swt. dan malu
kepada sesama juga. Jika seorang manusia tidak mempunyai rasa malu terhadap
diri sendiri, maka apabila seorang tadi melakukan perbuatan tercela menjadi
biasa. Tidak diragukan lagi bahwa kehinaan dan malapetaka yang ditimpakan oleh
Allah Swt kepada manusia, itu karena salah manusia sendiri. Mereka sudah tidak
mempunyai rasa malu kepada dirinya sendiri ketika melakukan dosa. Akan tetapi
jika kita malu kepada hal kebaikan, misalnya dalam mengembangkan diri kita
untuk bisa berbahasa arab, maka hal tersebut tidak dikatakan dengan malu.
Perasaan malu itu akan mendatangkan pada kebaikan, karena setiap
malu mengandung kebaikan. Seperti dalam hadits yang diceritakan oleh Imran bin
Husain ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “perasaan malu selalu
mendatangkan kebaikan”.[9]
C.
Penerapan malu dalam kehidupan
sehari-hari
Jika seseorang muslim mempunyai iman yang kuat, pasti di dalam
dirinya akan terdapat rasa malu jika akan melakukan hal-hal yang dilarang oleh
Allah, baik malu pada Allah, malu kepada sesama manusia, lebih-lebih malu pada
diri sendiri. Akan tetapi malu harus ditempatkan sesuai dengan tempatnya,
misalnya jika kita berbicara atau bercakap-cakap dengan bahasa arab, haruskah
kita malu? Tentunya tidak, karena apabila kita malu maka kita tidak akan bisa
berbicara dengan bahasa arab. Berbeda halnya jika kita melakukan kejahatan.
Kalau kita melakukan kejahatan, kita harus malu baik malu kepada Allah, malu
kepada sesama manusia maupun kapada diri sendiri, jika dalam hal kebaikan itu
tidak ada kata malu.
IV.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kita sebagai mahkluk ciptakan Allah yang memiliki keistimewaan daripada
makhluk yang lainnya diwajibkan untuk beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rosul-rosul-Nya, Hari kiamat, dan Qodho dan Qadar dari Allah Swt. Dengan kita
beriman maka kita akan menambah ketaqwaaan, menjalankan semua perintah-Nya
seperti sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menjalankan
haji bagi yang mampu. Kemudian kita juga harus menjauhi semua larangan-Nya
(Amar ma’ruf nahi munkar).
Seseorang yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
senantiasa akan menjalankan perintah-Nya dengan ikhlas dan semua apa yang ia
kerjakan seolah-olah Allah
mengetahuinya. Kita di ciptakan hanyalah untuk menyembah kepada Allah,
karena Allah akan membalas apa yang manusia perbuaat di dunia.
Setiap manusia juga memiliki perasaan malu, malu kepada Allah, diri
sendiri dan sesama manusia. Perasaan malu itu penting karena malu sebagian dari
iman, bahkan apabila ia tidak memiliki perasaan malu maka ia akan berbuat
dengan seenaknya dan mudah untuk melakukan perbuatan yang tercela, tetapi orang
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah pasti ia akan mempunyai perasaan malu.
B.
Penutup
Demikian makalah ini kami sampaikan, tentunya makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan
guna kesempurnaan makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
dan kita semua. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Al-Arif,
Ahmad Adib, Aqidah Akhlak
jilid 1, Semarang: Aneka Ilmu, 2009.
, Aqidah
Akhlak jilid 3, Semarang: Aneka
Ilmu, 2009.
Al-Hajaj, Imam Abi Khusain Muslim bin, Shohih Muslim juz 1, Libanon:
Darul Kuthub Al ‘Alamiyah, 1971.
Al-Imam, Abu Zakaria Yahya bin
Syaraf An-Nawawi, Terjemah Riyadhus Sholihin, Jakarta: Pustaka Amani, 1999.
Al-Qozwini, Imam Abi Abdulloh Muhammad bin Zaidin, Sunan Ibnu Majjah juz 3, Kairo:
Darul Ibnu Haitsami, T.th.
Arifin,
Bey, Mengenal Tuhan, Bandung:
Umar Hasan Mansoor, 1960.
Muhammad,
Sayyid, At Tarbiyah Wa Tahdib, Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad
Nabhan Wa Auladihi, T.th.
Wahyuddin,
Achmad, dkk, Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Grasindo, 2009.
[1] Imam Abi
Khusain Muslim bin Al Hajaj, Shohih
Muslim juz 1, (Libanon: Darul Kuthub Al ‘Alamiyah, 1971), hlm. 29-30.
[2] Imam Abi
Abdulloh Muhammad bin Zaidin Al-qozwini, Sunan Ibnu Majjah juz 3,
(Kairo: Darul Ibnu Haitsami, T.th), hlm. 239.
[3] Achmad wahyuddin, dkk, Pendidikan
Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Grasindo, 2009), hlm.
34-35.
[6] Ahmad Adib Al-Arif, Aqidah Akhlak jilid 3, (Semarang: Aneka Ilmu, 2009 ),hlm.
2-7.
[9] Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Terjemah
Riyadhus Sholihin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hlm. 624.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar