Coretan-coretan sang Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang......

Sabtu, 08 Maret 2014

Rizki Yang Halal

RIZKI YANG HALAL

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits
 Dosen Pengampu : Prof. DR. H. M. Erfan Soebahar, MA.




                                                                   Disusun Oleh:
Achmad Yasir           (113211015)
Khoirun Ni’am          (113211026)
                                                      Lia Diah Fitantri       (113211027)





FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012


MENCARI RIZKI YANG HALAL 
  I.            PENDAHULUAN
Allah telah mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini termasuk rizki manusia satu dengan yang lainnya. Tak bisa dielakkan lagi, kita hidup di dunia memerlukan segala sesuatu termasuk harta. Mencari rizki merupakan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan. Tetapi perlu diingat, sebagai seorang muslim dalam usaha mencari rizki harus dengan cara yang benar dan dihalalkan secara hukum Islam baik prosesnya maupun hasilnya. Bekerja dan berusaha dalam kehidupan duniawi merupakan bagian penting dari kehidupan seseorang dalam mempraktekan Islam, karena Islam sendiri tidak menganjurkan hidup semata-semata hanya untuk beribadah dan berorientasi pada akhirat saja, namun Islam menghendaki terjadi keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Islam telah mengajarkan tentang bagaimana cara mencari rizki yang halal, tetapi tidak semua orang dapat mengetahui dan memahami tentang hal itu. Maka berikut ini kami akan mencoba membahas lebih lanjut tentang bagaimanakah tata aturan Islam bagi seorang muslim dalam mencari rizki yang halal.

II.            RUMUSAN MASALAH
A.      Apakakah pengertian tentang rizki yang halal?
B.       Bagaimanakah cara mencari rizki yang halal?
C.       Bagaimanakah penjelasan tentang hadits yang membahas rizki yang halal?

 III.       HADITS DAN TARJAMAHAN
عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يقول : قال رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وذكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وِ الْمَسْأَلَةَ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَاهي الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هي السَّائِلَةُ {البخارى في كتاب الزكاة}
Artinya :
 Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a : di atas mimbar Rasulullah SAW berbicara tentang sedekah, menghindari dari meminta pertolongan (keuangan) kepada orang lain, dan mengemis kepada orang lain, dengan berkata “tangan atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang memberi, tangan di bawah adalah tangan yang mengemis”.
عن المقدام رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ماَ أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قط خيرامِن أن يأكلَ من عمل يده وإنَّ نبي اللهِ داودَ عليه السلام كان يأكل من عمل يده.(اخرجه البخري في كتاب المساقاة)                                                         
Artinya:
Diriwayatkan dari al-Miqdam ra : Nabi Saw pernah bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik dari seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud as, makan dari hasil keringatnya sendiri”.
عن أبي هريرة رضي الله عنه يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لأن يحتطب أحدُكم حزمةً على ظهره خيرٌ له من أن يسأل أحدا فيعطيه أو يمنعه.
Artinya:
Dari  Abu  Hurairah  ra berkata, dari  Rasulullah SAW bersabda: Seandainya  seseorang  mencari  kayu  bakar  dan  dipikul  di atas  punggungnya, hal  ini  lebih  baik  dari pada  meminta-minta  pada  seseorang  yang  kadang  diberi, kadang-kadang  pula  ditolak”.
 عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: كان زكريا نجارا.(أخرجه المسلم في كتاب الفضائل).                                                                
Artinya:                                                             
Dari  Abu  Hurairah  berkata, bahwasanya  Nabi  Muhammad SAW  bersabda: Nabi  Zakariya  adalah  seorang  tukang  kayu.” (HR.Muslim)
عن أبي هريرة رضي الله عنه  قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "أيهاالناس إن الله  طيب لا يقبل إلا طيبا،وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين ..فقال " يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًاإني بماتعملون عليم... " المؤمنون /51... وقال الله" يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُم ..." البقرة/172 ... ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعثَ اغبرَ يمدُّ يديه إلى السماء يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسة حرام وغذي بالحرام فأنى يستجاب له(رواه المسلم)
Artinya:                                                                               
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anh, ia berkata: “Telah bersabda Rasululloh :“Wahai manusia sesungguhnya Allah itu Maha baik, dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul, maka Allah telah berfirman: Wahai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu. Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku", sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan do’anya".(HR. Muslim).
  
IV.            PEMBAHASAN
A.                PENGERTIAN RIZKI YANG HALAL
Adapun arti rizki ialah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh makhluk hidup. Hal lain yang perlu kita ketahui adalah kata halal. Kata halal berasal dari kata yang berarti “lepas” dari ikatan atau “tidak terkait”. Sesuatu yang halal adalah lepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi.
Suatu benda atau perbuatan itu tidak terlepas dari lima perkara, yaitu: halal, haram, syubhat, makruh dan mubah.[1]
Jadi rizki yang halal adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya dan boleh dikerjakan atau dimakan dengan pengertian bahwa yang melakukannya tidak mendapat sanksi dari Allah. Selain itu memohon dan berdo’a juga termasuk salah satu bagian dalam usaha mencari rizki.
Di bawah ini akan dibahas hadits-hadits mengenai dorongan mencari rizki yang halal.
Hadits Abdullah bin Umar tentang orang memberi lebih baik dari pada orang yang menerima.
حدثنا اَبُوالنُعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَأ حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ اَيُّوْبَ عن نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ النبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلِمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يقول : قال َّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وِ الْمَسْأَلَةَ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَاهي الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى هي السَّائِلَةُ {البخارى في كتاب الزكاة}
Artinya :
Bercerita kepada kita Abu Nu’man berkata telah bercerita pada kita Khammad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi’ bin Umar r.a dia berkata: saya telah mendengar Nabi Saw bercerita kepada kita Abdullah bin Maslamah dari Malik bin Nafi’. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a : di atas mimbar Rasulullah SAW berbicara tentang sedekah, menghindari dari meminta pertolongan (keuangan) kepada orang lain, dan mengemis kepada orang lain, dengan berkata “tangan atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang memberi, tangan di bawah adalah tangan yang mengemis”.[2]
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang memberi lebih baik daripada orang yang meminta-minta. Karena perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan yang mengakibatkan seseorang menjadi tercela dan hina.
Sebenarnya meminta-minta itu boleh dan halal, tetapi boleh disini diartikan bila seseorang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa pada saat itu, dengan kata lain yaitu dalam keadaan mendesak atau sangat terpaksa sekali. Jadi perbuatan meminta-minta itu dikatakan hina jika pekerjaan itu dalam keadaan serba cukup, sehingga akan merendahkan dirinya sendiri baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah SWT di akhirat nanti.
Imam An-Nawawi berkata:”Para ulama’ mengatakan bahwa meminta-meminta dalam keadaan tidak terpaksa adalah terlarang, terhadap orang yang sanggup berusaha. Pendapat yang lebih kuat menganggap bahwa pendapat ini makruh, jika memenuhi 3 syarat, yaitu: pertama, tidak menghinakan diri. Kedua, Tidak meminta secara mendesak. Ketiga, Tidak menyakiti orang yang diminta. Apabila tidak syarat-syarat berikut ini maka hukumnya haram.[3]
B.            CARA MENCARI RIZKI YANG HALAL
Di dalam  mencari  rizki  hendaklah  memperhatikan  halal dan  haramnya, baik  dan  buruknya. Sebaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
إنّ الحلال بيّن وإن الحرام بيّن وبينهما أمورٌ مشتبهات لايعلمهنَّ كثيرٌ من الناس.......الحديث.
Artinya:” Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang meragukan yang tidak banyak di ketahui oleh manusia...”.[4]
Rasulallah SAW juga Bersabda yang artinya:”Orang yang berusaha untuk keluarganya dari yang halal, maka ia senilai dengan perjuangan di jalan Allah SWT, dan orang yang mencari rizki dunia yang halal dengan menghindari dosa, maka ia di tingkat para Syuhada”.[5]
Rizki itu berupa saham yang dipertaruhkan di dalam perusahaan dunia ini, dimana terdapat saham makhluk manusia secara merata. Tidak mungkin seseorang mendapatkan hasil dari sahamnya itu namun ia tidak berusaha, sebab malas tidak membawa bahagia bagi manusia.[6]
Karena  mencari  rizki  yang  halal  itu  wajib  hukumnya, maka tidak boleh  mengikuti  kehendak  hawa  nafsu  yang  menyimpang  ajaran  Islam  dan  langkah-langkah  setan  karena  rizki  yang  tidak  halal  akan  berpengaruh  negatif  dalam  segi-segi  hidup  dan  kehidupan manusia, baik pelakunya  sendiri  maupun  masyarakat  sekitarnya.
 Firman  Allah SWT:
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ

Artinya:
“Wahai manusia! Makanlah  dari  (makanan)  yang  terdapat  di bumi  yang  halal dan  baik  dan  janganlah  kamu  mengikuti  langkah-langkah  setan. Sungguh  setan  itu adalah  musuh  yang nyata bagimu.” (QS.Al-Baqarah: 168)[7]
Adapun sikap seorang muslim terhadap rizki yang halal, yaitu: 1. Dilarang memberikan makanan yang dihalalkan kepada syahwatnya dan membatasi agar dia tidak melampaui batas. 2. Boleh diberikan semuanya dengan alasan supaya dia kuat dan bersemangat. 3. Tengah-tengah(Tawassuth) diantara keduanya.[8]
Ibnu  Abbas ra  berkata,  “Nabi Adam  menjadi petani, Nabi Nuh  menjadi  tukang  kayu, Nabi Idris  menjadi  penjahit, Nabi Ibrahim dan Nabi Luth  menjadi  petani, Nabi Shalih  menjadi  pedagang, Nabi Daud  menjadi  pandai  besi, Nabi Musa, Nabi Syu’aib, dan Nabi Muhammad menjadi  penggembala.”
Para  sahabat Rasulullah SAW  juga  berdagang  di  daratan  maupun  di lautan, dan  menggarap  tanah . Kemudian Abu  Sulaiman  Ad-Darany  berkata, “Ibadah menurut  pandangan  kami  bukan berarti  engkau membuat  kedua  kakimu  kepayahan  dan  orang  lain  menjadi  payah  karena  melayanimu. Tetapi  mulailah  dengan  mengurus  adonan  rotimu , setelah  itu  beribadahlah. Jadi  hendaknya  ikatan  yang  bisa  dihimpun dalam  mata  pencaharian  meliputi  4 perkara: Dilakukan  secara sah, adil, baik dan  mementingkan agamanya.
C.            PENJELASAN HADITS TENTANG RIZKI HALAL    
1.      Makanan yang halal:
عن أبي هريرةرضي الله عنه  قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا،وان الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين ..فقال تعالى " يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا... " المؤمنون /51... وقال الله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُم ..." البقرة/172 ... ثم ذكر رجل يطيل السفر أشعث اغبر يمد يده إلى السماء يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسة حرام وغذي بالحرام فأنى يستجاب له(رواه المسلم).
Artinya:                                                                 
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anh, ia berkata: “Telah bersabda Rasululloh :“Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul, maka Allah telah berfirman: Wahai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu. Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhan, wahai Tuhan", sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan do’anya".(HR. Muslim).[9]
Kata “thayyib (baik)” berkenaan dengan sifat Allah maksudnya ialah bersih dari segala kekurangan. Hadits ini merupakan salah satu dasar dan landasan pembinaan hukum Islam. Hadits ini berisi anjuran mencari sebagian dari harta yang halal dan melarang mencari harta yang haram.Makanan,minuman, pakaian dan sebagainya hendaknya benar-benar yang halal tanpa bercampur yang syubhat. Orang yang ingin memohon kepada Allah hendaklah memperhatikan persyaratan yang tersebut pada hadits ini.
Hadits ini juga menyatakan bahwa seseorang yang membelanjakan hartanya dalam kebaikan berarti ia telah membersihkan dan menumbuhkan hartanya. Makanan yang enak tetapi tidak halal menjadi malapetaka bagi yang memakannya dan Allah tidak akan menerima amal kebajikannya.
Kalimat “kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu”,maksudnya ialah menempuh perjalanan jauh untuk melaksanakan kebaikan seperti haji, jihad, dan perbuatan baik lainnya. Amal kebajikan tersebut tidak akan diterima oleh Allah bila yang bersangkutan makan, minum dan berpakaian dari hasil yang haram.
Kalimat “menengadahkan kedua tangannya” maksudnya berdo’a kepada Allah memohon sesuatu, namun dia tetap berbuat dosa dan melanggar aturan agama.Kalimat “makanannya haram,maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan do’anya”, maksudnya bagaimana orang yang perbuatannya semacam itu akan dikabulkan do’anya, karena dia bukanlah orang yang layak dikabulkan do’anya. Akan tetapi walaupun demikian, boleh saja Allah mengabulkannya sebagai tanda kemurahan, kasih sayang dan pemberian karunia.
2.   Hadits tentang menjual kayu bakar lebih baik daripada meminta-minta:
عن ابي هريرة رضي الله عنه يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لان يحتطب احدكم حزمة على ظهره خير له من ان يسأل احدا فيعطيه او يمنعه (اخرجه البخاري في كتاب المساقاة)

Hadits ini menganjurkan kita supaya berusaha dengan jalan yang halal, seperti mengumpulkan kayu lalu sebagian hasilnya, kita sedekahkan dan sebagiannya lagi kita makan.
Makna hadits tersebut adalah bahwasanya Rasulallah SAW menganjurkan untuk bekerja dan berusaha serta makan dari hasil keringatnya sendiri, bekerja dan berusaha dalam islam adalah wajib, maka setiap muslim dituntut untuk bekerja dan berusaha dalam memakmurkan hidup ini. Selain itu juga mengandung anjuran untuk memelihara kehormatan dan menghindarkan diri dari perbuatan meminta-minta karena Islam sebagai Agama yang mulia telah memerintahkan untuk tidak melakukan pekerjaan yang hina.[10]
Didalam hadits tersebut juga mengandung ma’na anjuran untuk tidak meminta-minta dan menjaganya, dan anjuran untuk bekerja, sekalipun memberatkannya di dalam mencari rizki, karena menanggung pemberian orang sebab meminta-minta bagi orang yang merdeka(kuasa) itu lebih berat dari pada memikul gunung.[11]
3.      Hadits tentang Nabi Daud makan dari usahanya sendiri.
عن المقدام رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ما أكل أحد طعاما قط خيرامن أن يأكل من عمل يده وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده.(اخرجه البخري في كتاب المساقاة)                                                  
Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa rizki yang paling baik adalah rizki yang di dapat dari jalan yang dihalalkan Allah SWT, serta dari usaha diri sendiri.
Dengan mengambil contoh, bahwasanya Nabi Daud AS adalah seorang Nabi, akan tetapi beliau makan dari hasil tangannya sendiri. Dengan cara membuat pakaian (rompi/baju perang) dari besi dan diperjual belikan kepada kaumnya.



4.      Hadits tentang Nabi Zakaria seorang tukang kayu:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: كان زكريا نجارا.(أخرجه المسلم في كتاب الفضائل)
Artinya:
Telah bercerita pada kita Haddab bin Kholid telah bercerita pada kita Khammad bin Salamah dari Tsabit dari Abi Raafi’ dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Bahwa Nabi Zakariya as, adalah seorang tukang kayu”.
Dalam hadits di atas memberi ketegasan bahwa pekerjaan apapun tidak dipandang rendah oleh Islam, hanya perlu ditekankan bahwa dalam berusaha harus memperhatikan prosesnya yang terkait dengan halal dan haram.
Firman Allah SWT :
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B ÇÊÏÑÈ  
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;” (QS. Al-Baqarah : 168)
Nabi adalah contoh dan suri tauladan bagi umatnya seperti yang tertera pada hadits ini bahwa Nabi pun mengajarkan kita bahwa bekerja apapun asalkan halal, maka kita boleh melakukannya.
Nabi Muhammad SAW sendiri pun pernah menggembala kambing milik penduduk Makkah sebelum menjadi Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa prosesi Nabi dan Rasul itu tidak merintangi tugasnya sebagai pembawa risalah kebenaran dari Allah SWT.

V.            PENUTUP
1)      KESIMPULAN
Dari pembahasan  di atas  dapat  disimpulkan bahwa, Rizki  yang  halal adalah  sesuatu  yang  dapat  diambil manfaatnya  dan  boleh dilakukan  atau  dikerjakan  sesuai  dengan  ketentuan  syari’at  islam. Kriteria  halal  ada  2 macam, yaitu  halal dari  segi  zat  dan halal dari  cara memperolehnya. Rizki yang halal sebaiknya dilakukan dengan usaha yang baik dan dikerjakan sendiri, diibaratkan seperti seseorang yang mencari kayu bakar dan menjualnya serta tidak mendapatkan upah yang tidak sesuai. Cara mendapatkan rizki yang halal sebaiknya tidak boleh  mengikuti  kehendak  hawa  nafsu  yang  menyimpang  ajaran  Islam.
Adapun hikmah mencari rizki yang halal diantaranya: dosanya akan diampuni, dan menumbuhkan sikap juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Allah dan Rasul-Nya, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2)      PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya.Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Bukhari Imam, Shohihul Bukahari Jilid 1(Beirut: Darul Fikri, 1981).
Muhammad Tengku Ahs-Shidiqie, Mutiara Hadits Jilid 4, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2006).
An-Nawawi Imam dan  Al-Banna Hasan, Al-Ma’tsurat dan Hadits Arba’ain, (Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1984 ).
Soenarjo, Al-Qur’an dan Tarjamahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989).
Sayyid Alwy, Fathul Qorib Al-Mujib ala Tahdzibi Al-Targhib Wattarhiib, (Surabaya: Darus Syaqof,TT.h).
Muhammad Azzam Abdul Azis, Fiqih Mu’amalat, (Jakarta: Amzah, 2010).
Khalid Husein Bahreisj, Himpunan Hadits Shohih Muslim, (Surabaya: Al-Ikhlas,1984).
M. Fahruddin Fuad, Ekonomi Islam, (Jakarta: Mutiara, 1982).
Sunarto Ahmad, Halal dan Haram, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989).
Siddiq Ahmad, benang antara halal dan haram, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002).




[1] Ahmad Siddiq, benang antara halal dan haram, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), hlm. 9.
[2] Imam Bukhari, Shohihul Bukahari Jilid 1(Beirut: Darul Fikri, 1981), hlm. 553
[3] Tengku Muhammad Ahs-Shidiqie, Mutiara Hadits Jilid 4, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2006), hlm.45.
[4] Husein Khalid Bahreisj, Himpunan Hadits Shohih Muslim, (Surabaya: Al-Ikhlas,1984), hlm. 278.
[5] Ahmad Sunarto, Halal dan Haram, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), hlm. 13-14.
[6] Fuad M. Fahruddin, Ekonomi Islam, (Jakarta: Mutiara, 1982), hlm. 22.
[7] Soenarjo, Al-Qur’an dan Tarjamahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hal. 41.
[8] Abdul Azis Muhammad Azzam, Fiqih Mu’amalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 465.
[9] Imam An-Nawawi dan Hasan Al-Banna, Al-Ma’tsurat dan Hadits Arba’ain, (Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1984 ), hlm. 56-57.
[10] Imam Bukhari, Op.Cit, hlm. 117-118.
[11]Sayyid Alwy, Fathul Qorib Al-Mujib ala Tahdzibi Al-Targhib Wattarhiib, (Surabaya: Darus Syaqof,TT.h), hlm. 135.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar