TANWIN
Tanwin
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Nahwu
Dosen Pengampu: Ahmad Zuhrudin, M. Ag
Oleh:
Muh. Eka Syafiul Umam 113211029
Miftachul Ichwan 113211031
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
Tanwin
I.
Pendahuluan
Al-Qur’an
merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan bentuk
memakai bahasa arab. Belajar bahasa arab memag suatu hal yang memang perlu dilakukan,
karena seperti yang kita ketahui bahwa bahasa arab merupakan bahasa
internasional ke dua, maka dari itu kita harus mendalami dan lebih memahami
mengenai penerapan dan juga penggunaan bahasa arab dengan baik dan benar.
Tidak menutup kemungkinan bahwa disetiap
lafadz Al-Qur’an mengandung unsur nahwu, shorof dan balaghoh.
Untuk mengetahui hal itu, kita perlu terlebih dahulu mendalami tentang ilmu nahwu
dan shorof tersebut, seperti halnya pada sub bagian ilmu nahwu yang
menggagas mengenai tanwin, yang insyaallah akan kita bahas pada
pertemuan kali ini, dan pemakalah akan mencoba menyimpulkan berbagai
pengertian-pengertian yang mungkin masih sulit untuk kita tangkap.
II.
Rumusan
Masalah
A. Apakah pengertian dari tanwin?
B. Apa sajakah macam-macam tanwin?
III.
Pembahasan
A. Pengertian tanwin
Tanwin
menurut bahasa adalah bersuara, sedangkan tanwin menurut istilah adalah nun
za’idah (tambahan) lagi mati yang berada di akhir kalimat isim dari segi
ucapan tidak dalam tulisan.[1]
B. Macam-macam tanwin
1. Tanwin
Tamkin : yaitu tanwin yang terdapat pada isim mu’rab
selain jama’ muanats salim atau isim mu’tal akhir yang ghairu
munshorif atau disebut juga tanwin standar yang pantas disematkan
kepada Kalimat-kalimat Isim yang Mu’rab selain Jamak Mu’annats Salim
dan Isim yang seperti lafadz جوار dan غواش (ada pembagian khusus).
Contoh: زيد dan رجل di dalam contoh :
جَاءَ
زَيْدٌ هُوَ رَجُلٌ (Zaid telah datang dia seorang laki-laki)
2. Tanwin Tankir:
yaitu Tanwin penakirah yang pantas disematkan kepada Kalimat-kalimat
Isim Mabni sebagai pembeda antara Ma’rifahnya dan Nakirahnya.
Seperti Sibawaeh sang Imam Nahwu (yang Makrifah) dengan Sibawaeh
yang lain (yang Nakirah). Contoh: مَرَرْتُ
بِسِبَوَيْهِ وَبِسِبَوَيْهٍ آخَرَ
(Aku telah berjumpa
dengan Sibawaeh (yang Imam Nahwu) dan Sibawaeh yang lain).[2]
3. Tanwin Muqabalah:
yaitu Tanwin hadapan yang pantas disematkan kepada Isim Jamak
Mu’annats Salim (Jamak Salim untuk perempuan). Karena statusnya
sebagai hadapan Nun dari Jamak Mudzakkar Salimnya (Jamak Salim
untuk laki-laki).
Contoh: أفْلَحَ
مُسْلِمُوْنَ وَمُسْلِمَاتٌ (Muslimin dan Muslimat telah beruntung)
a. Tanwin Pengganti Jumlah : yaitu Tanwin
yang pantas disematkan kepada Lafadz إذ sebagai pengganti dari Jumlah sesudahnya.
Contoh Firman Allah:
وَأنْتُمْ
حِيْنَئِذٍ تَنْظًرُوْنَ (Kalian ketika itu sedang melihat)
Maksudnya ketika nyawa
sampai di kerongkongan. Jumlah kalimat ini dihilangkan dengan
mendatangkan Tanwin sebagai penggantinya.
b. Tanwin
Pengganti Kalimah Isim: yaitu Tanwin yang pantas disematkan
kepada Lafadz كل
dan
بعض
sebagai
pengganti dari Mudhaf Ilaihnya. Contoh:
كَلٌّ
قَائِمٌ (Semua dapat
berdiri)
Maksudnya Semua manusia
dapat berdiri. Kata manusia sebagai Mudhaf Iliahnya dihilangkan dan
didatangkanlah Tanwin sebagai penggantinya.
c. Tanwin
Pengganti Huruf : yaitu Tanwin yang pantas disematkan kepada
lafadz جوار
dan غواش
dan lain-lain sejenisnya, pada keadaan I’rab Rafa’ dan Jarrnya.
Contoh:
هَؤُلاَءِ
جَوَارٍ. وَمَرَرْتُ بِجَوَارٍ
(Mereka itu anak-anak
muda. Aku berjumpa dengan anak-anak muda)
Pada kedua lafadz جوار asal bentuknya جواري kemudian Huruf Ya’ nya dibuang didatangkanlah Tanwin
sebagai penggantinya.
Pembagian macam-macam Tanwin yang
telah disebutkan di atas, merupakan Tanwin yang khusus untuk tanda Kalimat
Isim. Itulah yang dimaksudkan dari kata Tanwin dalam Bait
tsb, yaitu Tanwin Tamkin, Tanwin Tankir, Tanwin Muqabalah dan Tanwin
‘Iwadh.
5. Tanwin ziyadah
(tambahan) seperti ayat سَلَا سِلًا وَأَهْلًا menurut qira’ah sebagian ulama membaca ‘salasila’
dengan memakai tanwin. Kalimat ‘salasila’ yang ditambahi tanwin
tersebut untuk menyesuaikan dengan kalimat ‘aghlalan’ sesudahnya.[4]
6. Tanwin taranum,
yaitu tanwin yang bertemu qafiyah muthlaqoh (hidup), seperti
ungkapan penyair:
أَقِلِّي
اللَّوْمَ عَاذِلَ وَالْعِتَابَنْ # وَقُوْلِي إِنْ أَصَبْتُ لَقَدْ أَصَابَنْ
Sedikitkan wahai
perempuan mencela dan menyalahkan kepada Adzil dan katakanlah jika aku benar
berarti ia juga benar.
7. Tanwin hikayat,
seperti ungkapan orang Arab: قَالَتْ عَاقِلَةٌ dibaca tanwin, yang asalnya
adalah nama seorang perempuan. Oleh karena itu, sebenarnya ia adalah isim
ghairu munsharif dengan ‘ilat ‘alamiyyah dan ta’nits, yang
dijadikan sebagai hikayat dengan menggunakan sebuah ungkapan sebelum
menjadi isim ‘alam
8. Tanwin dharurat, seperti
ungkapan penyair:
سَلَامُ
اللهِ يَا مَطَرٌ عَلَيْهَا # وَلَيْسَ عَلَيْكَ يَا مَطَر السّلَامِ
Wahai Mathar, kesejahteraan Allah semoga
menaungi kekasih. Dan wahai Mathar, tidak ada kesejahteraan bagimu.
Pada syair di atas,
penyair membaca tanwin pada lafazh ‘Mathar’ pada bagian syatar
awal, sementara seharusnya ia dibaca
mabni dhammah tanpa tanwin,
karena isim ghairu munsharif.
9. Tanwin
ghali, yaitu tanwin yang bertemu dengan qafiyah qayyadah
(mati), seperti ungkapan penyair:
قَالَتْ
بَنَاتُ الْعَمِّ يَا سَلْمَى وَإِنِنْ # كَانَ فَقِيْرًا مُعْدِمًا وَإِنِنْ
Anak-anak perempuan paman berkata: wahai
salma, jika ia seorang fakir miskin. Salma berkata: sekalipun fakir miskin
10.
Tanwin
syadz, seperti ungkapan orang Arab: هَؤُلَاءٍ
قَوْمَكَ dengan dibaca tanwin lafazh ‘haula’i’
sebagai bacaan syadz (cacat).[5]
y7ù=Ï? ã@ß9$# $oYù=Òsù öNßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ ¢
Nßg÷YÏiB `¨B zN¯=x. ª!$# (
yìsùuur óOßgÒ÷èt/ ;M»y_uy 4
$oY÷s?#uäur Ó|¤Ïã tûøó$# zOtötB ÏM»uZÉit7ø9$# çm»tRôr&ur ÇyrãÎ/ Ĩßà)ø9$# 3
öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB @tGtGø%$# tûïÏ%©!$# .`ÏB NÏdÏ÷èt/ .`ÏiB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# Ç`Å3»s9ur (#qàÿn=tG÷z$# Nåk÷]ÏJsù ô`¨B z`tB#uä Nåk÷]ÏBur `¨B txÿx. 4
öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB (#qè=tGtGø%$# £`Å3»s9ur ©!$# ã@yèøÿt $tB ßÌã ÇËÎÌÈ
IV.
Kesimpulan
A. Bahwasanya tanwin adalah suara nun mati
yang berada di akhir kalimat isim yang nampak dalam ucapan namun tidak nampak
dalam tulisan.
B. Tanwin dibagi menjadi dua, yaitu;
1. Ashil:
a. Tanwin tamkin
b. Tanwin tankir
c. Tanwin muqobalah
d. Tanwin ‘iwadh
2. Ghairu ashil
a. Tanwin ziyadah (tanasub)
b. Tanwin tarannum
c. Tanwin hikayat
d. Tanwin dharurat
e. Tanwin ghaliy
f. Tanwin syadz
V.
Penutup
Demikian
adalah persembahan makalah atau persentasi makalah yang kami sajikan, semoga
dari pebuatan kecil ini dapat menginspirasikan kita semua untuk terus berlomba
dalam hal kebaikan, terus beramal dengan niat tulus dan ikhlas, karena dan
untuk allah.
Kami
tentunya menyadari masih ada banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca atau peserta diskusi sangat kami
nantikan demi terciptanya makalah yang lebih baik pada edisi makalah yang
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Mu’minin, Iman Saiful, Kamus Ilmu Nahwu Dan Sharaf, Jakarta: AMZAH, 2008.
As-Suyuti, Jalalluddin, Syarah Ibnu ‘Aqil, Surabaya: Al-Hidayah,T.Th.Tegal
Rejo, Pengurus Podok Pesantren, Sulam At-Tashil, Magelang:PP Tegal Rejo,
1993.
Ya’qub,
Amil Badi’, Nahwu Wa Sharfu Wa I’rab, Rembang: Maktabah Anwariyah, 1988.
[1] Iman Saiful
Mu’minin, Kamus Ilmu Nahwu Dan Sharaf,
(Jakarta: AMZAH, 2008), hlm. 61.
[2] Pengurus Podok
Pesantren Tegal Rejo, Sulam At-Tashil, (Magelang:PP Tegal Rejo, 1993),
hlm. 5.
[3] Jalalluddin As-Suyuti,
Syarah Ibnu ‘Aqil, (Surabaya: Al-Hidayah,T.Th), hlm. 4.
[4] Amil Badi’ Ya’qub,
Nahwu Wa Sharfu Wa I’rab, (Rembang: Maktabah Anwariyah, 1988), hlm.275.
[5] Iman Saiful
Mu’min. Op. Cit. hlm, 62-63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar