Coretan-coretan sang Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang......

Sabtu, 22 Maret 2014

Peran Abu Bakar As-Shiddiq Sebagai Khalifah

PERAN ABU BAKAR AS-SHIDIQ SEBAGAI KHALIFAH
DALAM LINTASAN SEJARAH UMAT ISLAM


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Mat Solikhin, M. Ag



Disusun Oleh:
Dewi Azzahroh                      (113211005)
Ely Herlina                             (113211006)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

PERAN ABU BAKAR AS-SHIDIQ SEBAGAI KHALIFAH DALAM LINTASAN SEJARAH UMAT ISLAM
I.         PENDAHULUAN
Perkembangan peradaban Islam dari zaman jahiliyah sampai zaman sekarang tidak akan pernah  terlepas dari pembawanya dan orang-orang yang mendukungnya, yang tidak lain adalah beliau Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang dikenal dengan Khulafaur Rasyidin.
Khulafaur Rasyidin sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi Muhammad saw kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan ketika akan melakukan sesuatu di masa depan. Perjuangan mereka yang begitu gigih baik di medan peperangan maupun dalam menjalankan pemerintahannya. Juga keberhasilan-keberhasilan yang gemilang yang telah mereka raih dalam menegakkan agama Islam di penjuru dunia, yang harus dijadikan suri teladan dalam kehidupan umat Islam. Maka dalam makalah ini akan di bahas tentang sejarah peradaban Islam pada masa sahabat Abu Bakar as-shiddiq dalam perkembangan Islam pada masa itu.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana biografi Abu Bakar As-Shiddiq?
B.     Bagaimana pembaiatan Abu Bakar As-Shiddiq sebagai khalifah?    
C.     Apa permasalahan yang dihadapi Abu Bakar As-Shiddiq?
D.    Apa saja pencapaian dan keberhasilan Abu Bakar As-Shiddiq?
E.     Bagaimana wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq?

III.    PEMBAHASAN
A.  Biografi Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar As-Sidiq adalah khalifah Islam pertama dan orang paling terpercaya serta pembantu Nabi yang sangat setia, beliau dilahirkan di Mekkah dua setengah tahun setelah Tahun Gajah, atau lima puluh setengah tahun sebelum dimulainya Hijrah. Di masa pra Islam dikenal sebagai Abdul Ka’ab dan waktu masuk Islam Nabi memberinya nama Abdullah dengan gelar As-Shiddiq (orang terpercaya). Ia termasuk suku Quraisy dari Bani Taim, dan silsilah keturunannya sama dengan Nabi SAW dari garis ke-7.[1]
Abu Bakar kecil bernama Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Ti’im bin Mairah bin at-Tamimi. Beliau digelari As-Shiddiq, karena amat segera membenarkan Rasul dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj.[2]
Di masa Jahiliah Abu Bakar berniaga. Luas juga perniagaan beliau. Sesudah memeluk agama Islam ditumpahkannyalah seluruh perhatiannya untuk mengabdi dan menyiarkan agama Islam. Tidak ada lagi perhatiannya kepada urusan perniagaan, hanya sekedar untuk menutupi keperluan hidup dengan keluarganya sehari-hari.[3]
Abu Bakar selalu setia menemani Rasulullah sejak masuk Islam hingga Rasulullah wafat. Dia berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah dan orang yang menemani Rasulullah di dalam gua pada saat hijrah.
Rasulullah bersabda, ”Tidak ada harta yang lebih bermanfaat bagiku dari harta Abu Bakar”. Rasulullah mengutusnya sebagai ketua rombongan haji pada tahun 9 Hijriyah/630 M. Tatkala Rasulullah ditimpa sakit menjelang wafatnya, beliau bersabda, ”Suruhlah Abu Bakar untuk menjadi imam sholat.[4]
 Pilihan Rasulullah SAW kepada Abu Bakar untuk menyertainya dalam perjalanan Hijrah dan menggantikan kedudukannya menjadi  imam dalam shalat berjamaah bukan tanpa alasan, ia adalah orang pertama yang menyatakan keimanannya kepada Allah dan Rasulnya. Kesempurnaan akhlaknya berpadu erat dengan kekuatan imannya. Maka tidak heran jika kemudian kaum muslimin membaitnya menjadi khalifah yang pertama.[5]
B.  Pembaiatan Abu Bakar As-Shiddiq sebagai Khalifah
Setelah Rasulullah meninggal, orang-orang Anshar merasa bahwa mereka sangat membutuhkan pemilihan seorang Khalifah yang akan mengatur masalah-masalah dan urusan-urusan mereka di Madinah. Mereka bahwa setelah meninggalnya Rasulullah, orang-orang Muhajirin akan kembali ke Mekah. Maka, mereka segera berkumpul di Saqifah bani Saidah dan melakukan musyawarah di antara mereka. Dalam musyawarah itu mereka sepakat untuk memilih Sa’ad bin Ubadah. Kemudian mereka melantiknya sebagai Khalifah.
Kaum Muhajirin mengetahui apa yang dilakukan oleh kaum Anshar. Maka, Abu Bakar, Umar, dan Zubair datang menemui mereka. Kemudian Abu Bakar berpidato, yang antara lain berbunyi, ”Sesungguhnya orang-orang Arab tidak mengakui kekuasan ini kecuali untuk orang-orang Quraisy.” Umar juga menyetujui apa yang dikatakan Abu Bakar. Diusulkan agar pucuk kekuasaan dilakukan secara bergilir. Pertama kali dipegang oleh seorang Muhajir lalu digantikan oleh kaum Anshar. Demikian selanjutnya. Namun, usul ini ditolak dengan tegas. Setelah kaum anshor mereka menerima dengan lapang dada bahwa kaum Muhajirin memang lebih berhak untuk mengendalikan kekuasaan ini. Semuanya sepakat. Maka, Umar maju dan membaiat Abu Bakar yang kemudian dibaiat oleh semua yang hadir di Saqifah.
Pada hari kedua, semua penduduk membaiatnya secara umum. Kemudian Abu Bakar menyatakan pidatonya. Di antara yang dia katakan adalah, ”Taatlah kalian kepadaku sepanjang aku taat kepada Allah dan Rasulnya di tengah kalian. Jika aku bermaksiat, maka tidak wajib kalian taat kepadak”.[6]
Kepemimpinan Abu Bakar dimulai setelah dilakukan dua ba’iat (sumpah setia), pertama, bai’at dilakukan oleh kalangan terkemuka dari kalangan Muhajirin dan Anshar di Saqifah Bani Sa’diah dan kedua bai’at umum yang dilakukan oleh umat Islam yang hadir di masjid.[7]
C.  Permasalahan-Permasalahan yang dihadapi Abu Bakar
1.      Memerangi Kemurtadan
Di waktu Nabi wafat, agama Islam belum mendalam meresapi sanubari penduduk Jazirah Arab. Di antara mereka ada yang telah menyatakan masuk Islam, tetapi belum mempelajari agama Islam itu. Jadi mereka menyatakan Islamnya, tanpa keimanan. Adapula yang masuk agama Islam guna menghindari peperangan melawan kaum Muslimin, karena mereka tiada mengetahui bahwa kaum Muslimin berperang adalah semata-mata untuk membela diri bukan untuk menyerang. Adapula diantara mereka yang masuk Islam karena ingin mendapat barang rampasan atau ingin mendapat nama dan kedudukan.[8]
Bangsa Arab tidak bisa menyesuaikan diri dengan aturan-aturan moral Islam yang keras itu. Prinsip-prinsip yang kuat yang didukung oleh Islam dan ketaatan terhadap upacara-upacara agama, seperti salat lima kali sehari, ibadah puasa Ramadhan, pembayaran zakat, larangan minum minuman keras dan berjudi, ikatan-ikatan perkawinan, dan sebagainya, sungguh sangat mengganggu bangsa Arab yang berpikiran bebas, yang hanya diam karena takut kepada Nabi.[9]
Setelah Nabi Muhammad berpulang kerahmatullah murtadlah kebanyakan mereka dari agama Islam. Dan orang-orang yang lemah imannya itu selalu saja memperlihatkan ketidak patuhan mereka kepada agama Islam. Mereka berbuat demikian dimana saja ada kesempatan, seperti yang dilakukan oleh orang-orang munafik pada perang Tabuk, dan seperti sifatnya bangsa Arab penduduk padang pasir yang digambarkan oleh Tuhan keadaan iman mereka dalam ayat suci :
ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôtƒ ß`»yJƒM}$# Îû öNä3Î/qè=è% ( bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur Ÿw Nä3÷GÎ=tƒ ô`ÏiB öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ  
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami Telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Hujurat: 14)
Peristiwa wafat Nabi mereka jadikan suatu kesempatan untuk menyatakan terus tentang apa yang selama ini tersembunyi dalam hati mereka. Mereka menyatakan kemurtadan mereka dari agama Islam.[10]
2.      Nabi-Nabi  Palsu
Banyak orang yang ingin mengaku menjadi nabi, karena menganggap jabatan kenabian itu sesuatu yang sangat menguntungkan, menyatakan diri sebagai nabi-nabi dan mulai menarik hati orang-orang dengan membebaskan prinsip-prinsip morali dan upacara agama, seperti menyatakan minum minuman keras dan berjudi adalah halal, pelaksanaan salat mereka kurangi dari lima kali menjadi tiga kali, puasa Ramadan dihapuskan sama sekali, pembatasan-pembatasan dalam perkawinan ditiadakan, dan pembayaran zakat dijadikan suka rela.
Orang pertama yang menganggap dirinya memegang peran kenabian muncul di Yaman. Dia adalah Aswad Ansi. Pada tahun 10 H dia menaklukan Najran, merebut ibu kota Yaman, Sanda, dan menaklukan seluruh wilayah Yaman. Akan tetapi, dia dibunuh oleh seorang saudara gubernur Yaman yang dibunuh oleh Aswad meskipun api pemberontakan tetap berkobar setelah kematian nabi palsu itu. Orang berikutnya yang menganggap dirinya nabi adalah Musailamah Si pembohong yang terdorong oleh keberhasilan Aswad Ansi, mengumumkan bahwa Nabi Muhammad telah mengangkatnya sebagai mitra (patner) di dalam kenabian.
Penganggap ketiga ialah Tulaiha yang disambut sebagai nabi Banu Ghatafan. Sajah, seorang perempuan, adalah orang keempat yang menuntut kenabian. Dia bersal dari suku Banu Yarbu di Arabia Tengah.[11]
3.      Orang-Orang yang Membangkang Tidak Mau Membayar Zakat
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat, mereka memandang zakat suatu pajak yang dipaksakan, karena itu tidak mau mematuhinya. Tetapi golongan terbesar dari mereka tidak mau membayar zakat adalah karena salah memahamkan ayat suci:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  
 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Q.S. At-Taubah:103)
Mereka mengira bahwa hanya Nabi Muhammad sajalah yang berhak memungut zakat, karena beliaulah yang disuruh mengambil zakat pada ayat tersebut. Menurut paham mereka, hanya pemungutan yang dilakukan Nabi Muhammad saja yang dapat membersihkan dan menghapuskan kesalahan-kesalahan dari ayat suci tersebut.
Maka Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum Muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Dalam kesulitan yang memuncak inilah kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar. Dengan tegas dinyatakannya seraya bersumpah, bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang telah menyeleweng dari kebenaran, biar yang murtad, maupun yang mengaku menjadi nabi, ataupun yang tidak mau membayar zakat, sehingga semuanya kembali kepada kebenaran, atau beliau gugur sebagai syahid dalam memperjuangkan kemuliaan agama Allah.[12]
D.  Pencapaian dan Keberhasilan Abu Bakar As-Shiddiq
1.      Pemberangkatan Pasukan Usamah bin Zaid Sesuai dengan Pesan Rasulullah
Setelah menjadi khalifah, yang pertama-tama menjadi perhatian Abu Bakar adalah melaksanakan keinginan Nabi yang hampir tidak bisa terlaksana, yaitu mengirim suatu ekspedisi di bawah pimpinan Usamah ke perbatasan Syiria untuk membalas pembunuhan ayah Usamah, yaitu Zaid, dan kerugian yang di derita umat Islam itu memburuk. Kabar tentang wafatnya Nabi merupakan isyarat bagi beberapa suku Arab untuk melepaskan kesetiaan mereka kepada negara-kota Madinah.[13] Banyak sahabat yang mengusulkan agar Abu Bakar membatalkan pemberangkatan pasukan Usamah ini. Dalam kekhawatiran itu, ternyata pasukan ini memetik kemenangan yang sangat gemilang. Kemenangan ini telah membuat banyak orang kokoh berpegang kepada agama Islam.
2.      Perang Melawan Orang-Orang Murtad
Setelah Rasulullah wafat, seluruh jazirah Arab murtad dari agama Islam kecuali Makkah, Madinah, dan Thaif. Sebagian orang murtad ini kembali kepada kekufuran lamanya dan mengikuti orang-orang yang mengaku sebagai nabi, sebagian yang lain hanya tidak mau membayar zakat.
Para sahabat menasehati Abu Bakar agar dia tidak memerangi mereka karena kondisi umat Islam yang sangat sulit dan karena sebagian pasukan Islam sedang diberangkatkan untuk berperang melawan tentara Romawi yang dipimpin oleh Usamah bin zaid. Namun, Abu Bakar menolak usulan mereka. Dia mengatakan sebuah perkataan yang sangat masyhur, ”Demi Allah, andai mereka tidak mau menyerahkan tali unta yang pernah nereka serahkan kepada Rasulullah, pasti aku berjihad melawan mereka.[14]
Kemudian Abu Bakar membentuk sebelas kelompok tentara untuk memerangi orang-orang yang murtad dari Islam. Khalifah menugasi Ali, Thalha, Zubair, dan Abdullah bin Mas’ud untuk berada di tempat-tempat yang setrategis untuk mempertahankan kota Madinah. Musuh-musuh yang berkemah di Dhi-Hassi, Dhul-Qissa, Daba, dan Abraque mulai maju menuju kota. Khalifah sendiri maju menyerang mereka (ke arah Dhi-Hassi) dan memukul mundur serangan mereka. Kemudian dia maju ke arah Dhul-Qissa. Khalifah menyerang pada malam hari dan berhasil merebut Dhul-Qissa. Setelah Dhul-Qissa jatuh, Daba juga diduduki. Khalifah kemudian memusatkan sasarannya ke Abraque yang, setelah pertempuran panjang, juga jatuh ke tangan Khalifah. Dalam pada itu Usamah kembali dengan memperoleh kemenangan dari ekspedisi Siria. Khalid bin Walid dikirim untuk melawan Tulaiha, Ikrimah dan Sharabil bin Hasan dikirim untuk melawan Musailamah, dan Zubair dikirim untuk memerangi Aswad Ansi di Yaman. Peperangan-peperangan lainnya dilakukan oleh berbagai jendral Muslim terhadap orang-orang murtad itu di al-Bahrain, Oman, dan Yaman. Maka berakhirlah seluruh gerakan kemurtadan, yang juga disebut Perang Riddah.
Dengan demikian, Abu Bakar dapat disebut Penyelamat Islam. Dia tidak hanya menyelamatkan Islam dari kekacauan dan kehancuran, tetapi juga membuat Islam menjadi agama dunia. Perang Riddah membuat Islam memperoleh kembali kesetiaan dari seluruh Jazirah Arabia.[15]
3. Perang Yamamah (11 H/632 M)
          Pasukan melanjutkan perjalanan ke Bani Hanifah di Yamamah. Di tempat itu ada seorang yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang nabi, dia adalah Musailamah al-Kadzdzab. Terjadi pertempuran sangat sengit yang akhirnya dimenangkan oleh kaum Muslimin dan Musailamah terbunuh. Akhirnya, penduduk tempat itu bertobat dan kembali ke dalam pangkuan Islam. Pada perang ini sejumlah sahabat menemui mati syahid. Diantaranya adalah para penghafal Al-qur’an. Inilah yang membuat Abu Bakar mengambil inisiatif untuk menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf.[16]
4. Penaklukan Islam
a.       Di wilayah Timur (Persia)
   Persia mendominasi wilayah yang sangat luas yang meliputi Irak, bagian barat Syam, bagian utara Jazirah Arab. Di samping itu, sejumlah besar kabilah-kabilah Arab juga tunduk di bawah kekuasaan mereka. Kabilah-kabilah ini bekerja dengan dukungan dari Kaisar Persia.
Untuk melakukan jihad di tempat itu, Abu Bakar mengangkat Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah sebagai panglima. Mereka mampu memenangkan peperangan dan membuka Hirah serta beberapa kota di Irak. Di antaranya adalah Anbar, Daumatul Jandal, Faradh, dan yang lainnya.
b.      Di wilayah Barat (Romawi)
            Abu Bakar memberangkatkan pasukan-pasukan Islam berikut ini.
1)      Pasukan di bawah pimpinan Yazid bin Abu Sufyan ke Damaskus.
2)      Pasukan di bawah pimpinan ’Amr bin Ash ke Palestina.
3)      Pasukan di bawah pimpinan Syarahbil bin Hasanah ke Yordania.
4)      Pasukan di bawah pimpinan Abu Ubaidah ibnul-Jarrah ke Hims (Dia adalah komandan umum). Pasukan Islam saat itu berjumlah sekitar 12.000 pasukan. Sedangkan, pasukan Ikrimah sebagai pasukan cadangan sejumlah sekitar 6.000 orang.
   Pasukan Romawi menyambut kedatangan pasukan Islam itu dengan pasukan 240.000 personel.[17]
5. Perang Yarmuk (13 H/634 M)
Khalifah Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid agar berangkat bersama-sama pasukannya untuk menuju Syam dan menjadi panglima perang disana. Ia sampai di Syam setelah melakukan perjalanan panjang selama 18 hari. Maka, bergabunglah kaum Muslimin hingga mencapai 26.000 personil. Dia kemudian mengatur pasukannya dan membaginya dalam beberapa devisi.
Pertempuran ini terjadi di sebuah pinggiran sungai Yordania yang disebut Yarmuk. Maka, berkecamuklah perang dengan sengitnya. Pada saat perang sedang berkecamuk dengan sengitnya, datang kabar bahwa Khalifah Abu Bakar meninggal dunia dan Umar menjadi penggantinya. Khalid diturunkan dari posisinya sebagai panglima dan segera diganti oleh Abu Ubaidah ibnul-Jarrah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 H/634M.
Sedikitnya penaklukkan di masa khalifah Abu Bakar itu terjadi karena adanya beberapa sebab sebagai berikut:
a.       Pendeknya masa pemerintahan Abu Bakar yang hanya berusia 2 tahun tiga   bulan.
b.      Karena dia disibukkan dengan perang melawan orang-orang murtad yang meliputi seluruh Jazirah Arab.
c.       Walau demikian, peperangan-peperangan yang terjadi di masa pemerintahannya dalam melawan orang-orang Romawi dan Persia telah berhasil menakutkan musuh-musuh Islam dan sekaligus mampu menunjukkan kekuatan kaum Muslimin.
6. Penghimpunan Al-Qur’an (12 H/633 M)
Satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-qur’an. Abu Bakar as-shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelapah kurma, kulit binatang, dan dari hafalan kaum Muslimin.
Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah syahidnya beberapa orang penghafal Al-Qur’an di Perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-Qur’an ini. Sejak itulah Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Al-Qur’an dihimpun.[18]
E.    Wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq
            Abu Bakar jatuh sakit dalam musim panas tahun 634 M, dan selama 15 hari dia berbaring di tempat tidur. Khalifah ingin sekali menyelesaikan masalah penggantian dan mencalonkan seorang pengganti, kalau-kalau hal itu akan menyebabkan rakyatnya ke dalam suatu perang saudara. Meskipun dari pengalamannya Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun kecuali Umar bin Khathab yang dapat mengambil tanggung jawab kekhalifahan yang berat itu. Dia meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 634 M setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring sakit. Dia berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, dan kekhalihafannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan dan 11 hari.[19]

IV.   KESIMPULAN
1.    Abu Bakar As-Sidiq adalah khalifah Islam pertama dan orang paling terpercaya serta pembantu Nabi yang sangat setia, beliau dilahirkan di Mekkah dua setengah tahun setelah Tahun Gajah, atau lima puluh setengah tahun sebelum dimulainya Hijrah. Abu Bakar kecil bernama Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Ti’im bin Mairah bin at-Tamimi. Beliau digelari As-Shiddiq, karena amat segera membenarkan Rasul dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj
2.    Kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq dimulai setelah dilakukan dua ba’iat (sumpah setia), pertama, bai’at dilakukan oleh kalangan terkemuka dari kalangan Muhajirin dan Anshar di Saqifah Bani Sa’diah dan kedua bai’at umum yang dilakukan oleh umat Islam yang hadir di masjid.
3.    Permasalahan-Permasalahan yang dihadapi Abu Bakar As-Shiddiq
a.    Memerangi Kemurtadan
b.    Nabi-Nabi  Palsu
c.    Orang-Orang yang Membangkang Tidak Mau Membayar Zakat
4.    Pencapaian dan Keberhasilan Abu Bakar As-Shiddiq
a.    Pemberangkatan Pasukan Usamah bin Zaid Sesuai dengan Pesan Rasulullah
b.    Perang Melawan Orang-Orang Murtad
c.    Perang Yamamah (11 H/632 M)
d.   Penaklukan Islam di wilayah Barat (Romawi) dan di wilayah Timur (Persia)
e.    Perang Yarmuk (13 H/634 M)
f.     Penghimpunan Al-Qur’an (12 H/633 M)
5.    Wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq
Beliau meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 634 M setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring sakit. Dia berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, dan kekhalihafannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan dan 11 hari.

V.      PENUTUP
Demikianlah makalah sederhana ini disusun. Semoga makalah ini dapat memperluas wawasan kita. “Tidak ada Gading yang tak retak” begitulah kiranya dengan makalah ini yang tentunya memiliki kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan  saran dan kritik yang membangun dari para pembaca guna perbaikan dan  penyempurnaan makalah selanjutnya yang lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010
Fu’adi, Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Teras, 2011
Haikal, Husein Muhammad, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994
Mahmudunnasir, Syed, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terjemahan Adang Affandi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid I,  terjemahan Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief,  Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 2000
Al-‘Usairy, Ahmad, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX, terjemahan Samson Rahman, MA, Jakarta Timur: Akbar Media, 2009





                [1] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), hlm. 10
                [2] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm.19-20
[3]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid I, Terjemahan Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief, (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 2000),  hlm.226
[4] Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX, terjemahan Samson Rahman, MA,(Jakarta Timur: Akbar Media, 2009), hlm. 143-144
                [5] Husein Muhammad Haikal, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, (Solo: CV. Pustaka Mantiq:1994), hlm. 11
[6]Ahmad Al-‘Usairy, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX,  hlm. 144-145
                [7] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hlm. 69
[8]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid I, hlm.228
[9]Syed Mahmudunnasir,. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terjemah Adang Affandi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), hlm.163
[10]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid I, hlm.228
[11]Syed Mahmudunnasir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, hlm. 163
[12]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid I, ,hlm. 231-232
[13]Syed Mahmudunnasir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya , hlm. 161
[14] Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX,  hlm. 145-146
[15]Syed Mahmudunnasir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya,  hlm. 164-165
[16]Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX,  hlm. 147
[17]Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX,  hlm. 147-148
[18]Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam sejak zaman Nabi Adam hingga abad XX, hlm. 149-150
[19]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 98

Tidak ada komentar:

Posting Komentar