KETURUNAN, LINGKUNGAN DAN FITRAH DALAM PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Islam
Dosen Pengampu : Drs. Mahfud
Junaidi M.Ag
Disusun Oleh:
Iip Kasipul Qulub (113211025)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
Keturunan,
Lingkungan dan Fitrah dalam Pendidikan
I.
Pendahuluan
Manusia adalah
hasil dari proses pendidikan. Dengan mudah hal ini dapat direalisasikan
manakala salah satu dari unsur-unsur pendidikan ini dikaitkan dengan petunjuk
tingkah laku manusia berkenaan dengan obyek-obyek tertentu. Seperti
kecenderungan pandai besi atau tukang kayu, untuk mengetahui
karakteristik-krakteristik bahan-bahan material yang dihadapi dalam profesinya,
hal ini akan dapat diejawntahkan manakala mempunyai ide yang tepat tentang
sifat dasar manusia. Praktek-praktek kependidikan tidak pelak lagi pasti akan
mengalami kegagalan, melainkan dibangun dengan konsep yang jelas mengenai sifat
dasar manusia ini. Ini yang mungkin akan memberi cahaya penerang bagaimana
mempercepat kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak
diiringi beban yang terlalu berat oleh kemajuan-kemajuan demi kebahagian
manusia.
Dalam
kesempatan kali ini, pemakalah mau menjelaskan tentang keturunan, lingkungan
dan teori fitrah yang berkaitan dengan pendidikan islam.
II.
Rumusan Masalah
A.
Apa pengertian Keturunan?
B.
Apa pengertian Lingkungan?
C.
Bagaimana pengaruh Keturunan dan
Lingkungan dalam Pendidikan?
D.
Bagaimana teori Fitrah dalam
Pendidikan?
III.
Pembahasan
A.
Keturunan
Masing-masing
individu lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu. Ini berarti, bahwa
karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan / pemidahan dari
cairan-cairan “germinal” dari pihak orang tuanya. Salah satu dasar individual
adalah latar belakang hereditas masing-masing individu. Hereditas dapat
diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik individu
dari pihak orang tuanya. Pewarisan ini terjadi melalui proses genetis.[1]
Yang dimaksud
dengan keturunan ialah ciri dan sifat yang diwarisi dari bapak, kakek dengan
kadar yang berlainan. Umumnya, sebagiannya diwarisi dari sifat-sifat bapak,
seperempat dari datuk tingkat pertama dan seperenam belas dari datuk tingkat
ketiga, dan seterusnya.[2]
Dalam
membicarakan soal keturunan ini terdapat perbedaan pendapat. Pendapat yang
lebih tepat ialah walaupun fakta keturunan banyak mempengaruhi bentuk tubuh dan
akal, namun ia sedikit banyak mempengaruhi juga pertumbuhan akhlak dan
kebiasaan sosial. Tetapi faktor keturunan tersebut tidakalah merupakan suatu
yang tidak bisa dipengaruhi. Mal;ah ia bisa lentur dalam batas tertentu. Alat
untuk melentur ialah lingkungan dengan segala unsurnya sekarang. Lingkungan
sekitar adalah faktor pendidikan yang terpenting.
Ajaran islam
seperti yang tertera dalam ayat-ayat al-Quran, Hadits Nabi dan pendapat para
ahli meskipun tidak menentukan tentang faktor lingkungan dan keturunan sebagai
faktor pokok yang mempengaruhi pertumbuhan insan, namun tidak kurang
sumber-sumber yang menerangkan serta mengakui akan pengaruh dua faktor ini
dalam pertumbuahn watak dan tingkah laku.
Disamping itu
pengaruh warisan dalam pengertiannya yang luas dapat dibagi menjadi dua bagian
pokok:
a.
Warisan alami atau fitrah (internal)
yang dipindahkan oleh jaringan-jaringan benih.
b.
Warisan social (external) yang
dipindahkan oleh faktor di luar diri (unit-unit sosial) terutama keluarga.[3]
B.
Lingkungan
Orang sering
mengartikan lingkungan secara sempit, seolah-olah lingkungan hanya alam sekitar
di luar diri manusia / individu. Lingkungan itu sebenarnya mencakup segala
material dan stimuli di dalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat
fisiologis, psikologis, maupun sosial-kultural. Dengan demikian lingkungan
dapat diartikan secara fisiologis, secara psikologis, dan secara
sosial-kultural.[4]
Secara harfiah
lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengitari kehidupan,
baik berupa fisik seperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun berupa
non fisik, seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai dan adat istiadat
yang berlaku di masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang,
serta teknologi.[5]
Dalam arti yang
luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat,
pengetahuan, pendidikan, dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala
sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa
berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia maupun benda buatan
manusia, atau alam yang bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal
yang mempunyai hubungan dengan seseorang. Sejauh manakah seseorang berhubungan
dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya pengaruh
pendidikan kepadanya.
Disamping itu
dapat pula dikemukakan bahwa “lingkungan pribadi” yang membentuk suasana diri,
suatu suasana yang lebih bersifat pribadi. Suasana pribadi ini tampak pada diri
seseorang sekalipun tanpa bergaul.[6]
C.
Pengaruh
Keturunan dan Lingkungan dalam Pendidikan
Insan dengan
seluruh perwatakan dan ciri pertumbuhannya adalah perwujudan dua faktor, yaitu
faktor warisan dan lingkungan. Kedua faktor ini mempengaruhi insan dan
berinteraksi dengannya sejak hari pertama ia menjadi embrio hingga ke akhir
hayatnya.
Kadar pengaruh
keturunan dan lingkungan terhadap insan berbeda sesuai dengan segi-segi
pertumbuhan kepribadian insan. Kadar pengaruh kedua faktor ini juga berbeda
sesuai dengan umur dan fase yang dilalui. Faktor keturunan umumnya lebi kuat
pengaruhnya pada tingkat bayi, yakni sebelum terjadinya hubungan sosial dan
perkembangan pengalaman. Sebaliknya pengaruh lingkungan lebih besar apabila
insan mulai meningkat dewasa. Ketika itu hubungan dengan lingkungan alam dan
manusia serta ruang geraknya sudah semakin luas.[7]
Konsep
lingkungan dalam hubungannya dengan pendidikan dan manusia sebagai makhluk yang
merdeka, memiliki daya pilih yang kuat, serta berbagai potensi jasmani, rohani
dan spiritual yang dimilikinya, telah menimbulkan berbagai aliran yang antara
satu dan lainnya menunjukan perbedaan yang sangat mencolok. Berbagai aliran
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. aliran empirisme atau behaviorisme dari John Locke
Menurut aliran ini, manusia atau peserta
didik dianggap sebagai gelas kosong yang dapat diisi apa saja oleh pemiliknya.
Peserta didik dinilai sebagai yang pasif seperti robot yang mengikuti dan
tunduk sepenuhnya kepada pemiliknya. Murid ibarat kertas putih yang kosong yang
dapat ditulis apa saja oleh pemiliknya. Menurut aliran yang eksterm luar
(eksternal) ini, bahwa watak dan karakter peserta didik ditentukan oleh faktor
dari luar yang ditransmisikan oleh pendidik. Dengan pandangan empirisme ini, maka yang menentukan dan
aktif dalam pendidikan ialah guru (teacher
centris).
2. aliran nativisme dari
Scopenhaur
Menurut aliran ini, bahwa yang
menentukan seseorang menjadi apa saja, bukanlah lingkungan sebagaimana yang
dianut oleh behaviorisme dan empirisme sebagaimana disebutkan di
atas, melainkan watak, pembawaan dan potensi yang dimiliki seorang peserta
didik dari sejak lahir. Aliran nativisme ini
bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak
sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh
pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh
terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada
pembawaan.
3. aliran konvergensi dari
William Stern
Aliran
ini berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan
baik dan pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak
akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan
bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak yang optimal, kalau memang pada diri anak tidak terdapat
bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat
kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, ialah juga hasil
konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi
lingkungannya, anak berbicara dengan bahasa tertentu. Lingkungan pun
memengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu,
tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa
jawa, sunda, dan sebagainya.[8]
D.
Teori
Fitrah dalam Pendidikan
Fitrah berasal
dari kata fathara yang sepadan dengan
kata khalaqa dan ansyaa yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan
dalam al-Quran untuk menunjukan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya
belum ada dan masih merupakan pola dasar (blue print) yang perlu penyempurnaan.
Kata-kata yang biasanya digunakan dalam al-Quran untuk menunjukan bahwa Allah
menyempurnakan pola dasar ciptaan Allah atau melengkapi penciptaan itu adalah
kata ja’ala yang artinya menjadikan,
yang diletakan dalam satu ayat setelah kata khalaqa
dan ansyaa. Perwujudan dan
penyempurnaan selanjutnya diserahkan pada manusia.[9]
Al-Quran
mengajarkan kepada kita bahwa setiap individu itu mempunyai fitrah sejak
lahirnya. Dimaksudkan fitrah di sini adalah kemampuan dasar dan
kecenderungan-kecenderungan yang murni bagi setiap individu.
kemampuan-kemampuan dan kecenderungan-kecenderungan tersebut lahir dalam bentuk
yang sangat sederhana dan terbatas kemudian saling mempengaruhi dalam
lingkungan sehingga tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dan sebaliknya.[10]
Konsep fitrah juga menuntut agar pendidikan
islam harus bertujuan mengarahkan pendidikan demi terjalinnya ikatan kuat
seorang manusia dengan Allah. Kendatipun para pelajar yang belajar di sekolah
tidak bertentangan dengan prinsip mendasar ini. Percaya dan yakin bahwa seorang
manusia harus mengakui Allah karena fitrah
manusia ini tidak dapat dipadukan dengan teori yang menganggap monofeisme
sebagai suatu tingkatan perkembangan kepercayaan agama. Tauhid dengan demikian
telah mempunyai esensi dari semua bentuk agama-agama yang ditunjukan oleh Allah
kepada manusia dengan konsep-tuhan-tuhan majemuk, semata-mata hanya menjadi
dominasi manusia manakala tauhid sebagai konsep ini telah dikesampingkan.
Penekanan akan konsep tauhid ini bukan berarti persoalan yang campur baur,
melainkan menjadi kekuasaan Allah yang mutlak tidak ada selain Dia. Konsep
tauhid inilah yang memberi tekanan kekuasaan Allah yang mesti dipatuhi dalam
kurikulum pendidikan islam.[11]
IV.
Kesimpulan
Pertama, keturunan ialah ciri dan sifat yang diwarisi dari bapak, kakek
dengan kadar yang berlainan.
Kedua, Lingkungan itu sebenarnya mencakup segala material dan stimuli di
dalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis,
maupun sosial-kultural.
Ketiga, Keturunan dan Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pendidikan.
Keempat, lingkungan pendidikan telah menimbulkan tiga aliran pendidikan,
yaitu empirisme yang mengagung-agungkan
peranan lingkungan, nativisme yang
kurang peduli kepada peranan ligkungan dan konvergensi
yang mementingkan lingkungan dan pembawaan dari dalam diri manusia.
Kelima, Fitrah adalah kemampuan dasar dan kecenderungan-kecenderungan yang
murni bagi setiap individu. kemampuan-kemampuan dan kecenderungan-kecenderungan
tersebut lahir dalam bentuk yang sangat sederhana dan terbatas kemudian saling
mempengaruhi dalam lingkungan sehingga tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik
dan sebaliknya.
V.
Penutup
Demikian apa yang dapat disajikan oleh pemakalah, semoga dapat memberikan
manfaat bagi siapapun yang membacanya. Tentu masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan dalam makalah yang singkat ini, untuk itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Daftar Pustaka
Abdullah, Abdurrahman
Saleh, Teori-teori Pendidikan berdasarkan
Al-Qur’an, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007.
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
Al Jamaly,
Muhammad Fadhil, Konsep Pendidikan
Qur’ani, Solo: Ramadhani, 1993.
Daradjat,
Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 1992.
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010.
Soemanto,
Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta:
PT: Renika Cipta, 1990.
[1] Wasty Soemanto,
Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Renika Cipta, 1990), hlm. 78.
[2]Zakiah Daradjat,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 56.
[4]Soemanto, Psikologi Pendidikan. hlm. 80.
[11]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan berdasarkan
Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 64.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar