Coretan-coretan sang Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang......

Minggu, 09 Maret 2014

Tentang Peserta Didik

HADIS-HADIS TENTANG PESERTA DIDIK

KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum, Wr. Wb
Puji dan syukur pemakalah ucapkan kepada Allah SWT. Karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah serta petunjuk-Nya, pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang “Hadis-Hadis Yang Berkenaan Dengan Peserta didik”.
Shalawat dan salam buat Nabi besar Muhammad SAW yang merupakan sosok yang dapat ditauladani dari berbagai hal kehidupan, sehingga perjalanan hidupnya dijadikan sejarah oleh manusia untuk pedoman hidup bagi umatnya.
Dan tak lupa ucapan terima kasih pemakalah kepada Dosen pembimbing dalam mata kuliah Hadis Tarbawi, Orang Tua yang selalu memberikan motivasi, Teman-teman, serta semua pihak yang telah mendukung dalam proses pembuatan makalah ini.
Terakhir, pemakalah sadar bahwa, banyak kekurangan dalam makalah ini, hal ini karena kurangnya sumber rujukan dan kurangnya Ilmu yang pemakalah miliki. Maka pemakalah sangat mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk makalah yang akan datang.
Billahi Taufiq Walhidayah
Wassalamualaikum, Wr. Wb
Hormat Kami,
Pemakalah

HADIS-HADIS TENTANG PESERTA DIDIK
Disusun oleh: Zainal masri
MAHASISWA STAIN BATUSANGKAR
A. Pendahuluan
Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam suatu pendidikan secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik, maupun spikis. Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang pndidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan  pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Demikian penting seorang peserta didik, maka begitu banyak hadis-hadis yang berkenaan dengan keutamaan, karakteristik serta syarat yang dimiliki peserta didik.
B. Hadis-Hadis Tentang Keutamaan Peserta Didik
1.  Terhindar dari Kutukan Allah
عن أبى هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ. رواه الترمذى
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya dunia dan isinya terkutuk, kecuali zikrullah dan hal-hal terkait dengannya, alim (guru), dan peserta didik.
Dari hadis di atas jelaslah bahwa salah satu yang tidak terhindar dari kutukan Allah adalah peserta didik, hal ini karena peserta didik merupakan sosok yang sedang mencari kebenaran yaitu dengan menuntut ilmu, sehingga ketika pendidik telah memiliki ilmu derajatnya akan di angkat oleh Allah swt. Hal ini tergambar dalam firman Allah dalam QS. Al-Mujadillah ayat 11 yang berbunyi:
 Æìsùötƒ... ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Artinya: ...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Potongan ayat yang mengangkat derajat orang yang di beri ilmu di atas tidak hany di tujukan kepada ulama saja, tetapi lebih luas juga mengacu kepada peserta didik, karena peserta didik merupakan orang sedang mencari ilmu dan ilmu tersebut merupakan pemberian Allah disamping usaha yang dilakukannya.
Sebagai pendidik harus bisa memahami dan menghargai keutamaan pada peserta didik tersebut, agar terjadinya dalam proses pembelajaran rasa saling menghargai, menghormati serta saling menyayangi.
2. Menempati Posisi Terbaik
 عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْعِلْمِ …  الْعَالِمُ وَالْمُتَعَلِّمُ شَرِيكَانِ فِي الاَجْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي سَائِرِ النَّاسِ. رواه الطبرانى
Dari Abi Umamah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: hendaklah kamu ambil ilmu ini. ... Orang alim (pendidik) dan muta'allim (peserta didik) berserikat dalam pahala dan tidak ada manusia yang lebih baik daripadanya.
Dalam hadis diatas, dapat dipahami bahwa pendidik dan peseta didik merupakan manusia yang lebih baik. hal ini perlu diperhatikan oleh pendidik agar tidak terjadinya otoriter dalam mengajar, serta guru merasa lebih sombong di depan peserta didiknya.
Terdapat juga dalam hadis lain, yaitu:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ. رواه البخارى
Usman ibn Affan berkata, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kamu adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.
Hadis ini menjelaskan orang yang paling utama adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya. Dalam hal ini pemakalah berpendapat bahwa segala bentuk ilmu pengetahuan yang benar berasal atau ada dalam al-Qur’an. Maka peserta didik yang mempelajari ilmu agama akan tergolong kepada orang yang utama seperti yang katakan dalam hadis tersebut.
عن صَفْوَانُ بن عَسَّالٍ الْمُرَادِيُّ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَهُوَ مُتَّكِئٌ فِي الْمَسْجِدِ عَلَى بُرْدٍ لَهُ، فَقُلْتُ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ أَطْلُبُ الْعِلْمَ، فَقَالَ:"مَرْحَبًا بطالبِ الْعِلْمِ، طَالِبُ الْعِلْمِ لَتَحُفُّهُ الْمَلائِكَةُ وَتُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا، ثُمَّ يَرْكَبُ بَعْضُهُ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغُوا السَّمَاءَ الدُّنْيَا مِنْ حُبِّهِمْ لِمَا يَطْلُبُ، فَمَا جِئْتَ تَطْلُبُ؟. رواه الطبرانى
Shafwan ibn 'Assal al-Muradiy berkata, Saya datang kepada Rasulullah saw. , waktu itu, ia sedang berada di masjid. Saya berkata kepadanya: Ya Rasulullah! Saya datang untuk menuntut ilmu. Beliau berkata: Selamat datang penuntut ilmu. Penuntut ilmu dihargai dan disanjung oleh malaikat dan dilindunginya dengan sayapnya. Kemudian mereka belomba-lomba untuk mencapai langit dunia karena senang kepada apa yang ia tuntut. Maka kapan kamu belajar?
Hadis menggambarkan betapa mulianya orang yang menuntut ilmu sehingga Rasulullah mengatakan: “ penuntut ilmu dihargai dan disanjung serta dilindungi oleh sayap malaikat”. Hal ini karena penuntut ilmu merupakan orang yang ingin mencari hakikat kebenaran.
C. Syarat-syarat Peserta didik
1. Peserta Didik harus Ikhlas
Ikhlas menurut bahasa adalah jujur dan tulus. Kata ikhlas berasal dari masdar akhlasa, yukhlisu, ikhlasan  yang berarti murni dan tampa campuran. Dari defenisi tersebut maka ikhlas dapa di artikan dengan pemurnian niat yang di kotori oleh ambisi pribadi dan sifat ingin dipuji orang lain kepada niat semata-mata untuk  mengharap ridho Allah swt dalam melakukan perbuatan.
Ikhlas merupakan syarat yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik, karena dengan ikhlas peserta didik akan lebih mudah menerima dan memahami pelajaran yang di berikan oleh pendidik. Sebaliknya jika peserta didik tidak memiliki keikhlasan maka ilmu yang akan merasa sulit dipahami bahkan Rasulullah mengatakan tidak akan mencium bau sorga, sebagaimana sabdanya yang berbunyi:
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ، عَن ْرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:"مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ فِي الْمَجَالِسِ، لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ"
رواه الطبرانى
Dari Mu'az ibn Jabal, Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menuntut ilmu karena ingin merasa bangga sebagai ulama, menipu orang bodoh di majlis tidak akan mencium aroma sorga
عن مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ. رواه الترمذى وابن ماجه
Dari malik, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menuntut ilmu karena ingin bangga sebagai alim atau menipu orang-orang bodoh atau menarik perhatian orang, Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.
Dari dua hadis di atas dapat pemakalah pahami bahwa, begitu pentingnya keikhlasan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Sehingga pada hadis pertama menyebutkan peserta didik yang tidak ikhlas dalam menuntut ilmu tidak akan mencium aroma sorga, dan pada hadis kedua dia akan di masukkan kedalam api neraka.
2. Menghormati Guru
Guru merupakan orang tua kedua setelah yang melahirkan kita, karena dialah yang mendidik kita dengan penuh kesabaran sehingga kita menjadi orang yang berilmu. Maka sebagai peserta didik haruslah menghargai dan menghormati pendidiknya. Keharusan menghormati pendidik tersebut tergambar dalam hadis Rasulullah, yaitu:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ قَالَ عَبْد اللَّهِ وَسَمِعْتُهُ أَنَا مِنْ هَارُونَ. رواه أحمد
Ubadah ibn Shamit meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang-orang dewasa, tidak menyayangi yang kecil dan tidak mengenal hak-hak orang alim (guru).
  Dalam hadis di atas jelaslah bahwa peserta didik harus menghormati pendidiknya, sehingga Rasulullah mengatakan bahwa peserta didik yang tidak menghargai dan menghormati pendidiknya bukanlah umatnya.
D. Karakteristik Peserta Didik
1. Memiliki potensi 
Semua manusia di lahirkan dalam keadaan fitrah yaitu suci, sebagian ulama mengatakan bahwa fitrah tersebut adalah potensi beragama. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ ، هَلْ تَرَى فِيْهَا جَدْعَاءَرواه البخارى ومسلم وأبوداود والترمذى والنسائى ومالك وغيره
Abi Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda “Setiap anak dilahirkan menurut fitrah (potensi beragama Islam). Selanjutnya, kedua orang tuanyalah yang membelokkannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi bagaikan binatang melahirkan binatang, apakah kamu melihat  kekurangan padanya?
Dari hadis di atas ada dua hal yang dapat di pahami yaitu, pertama: setiap mannusia yang lahir memiliki potensi, baik potensi beragama potensi menjadi orang baik, potensi menjadi orang jahat dan potensi yang lainya. Kedua: potensi tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan terutama orang tua karena merekalah yang pertama yang sangat berperan dalam menjadikan anaknya menjadi yahudi, nasrani dan majusi.
Konsep hadis tersebut sesuai dengan teori konvergensi pada perkembangan peserta didik, yang berpendapat bahwa setiap anak yang lahir, dalam perkembangannya di pengaruhi oleh keturunan dan lingkungan. Yaitu setiap anak yang lahir akan di pengaruhi oleh keturunannya, contoh anak yang terlahir dari keluarga yang baik-baik tentunya dia akan menjadi anak yang baik serta di pengaruhi oleh ingkungannya. Hanya saja dalam konsep hadis di atas secara umum manusia lahir memiliki potensi yang sama.
2. Memiliki Kemuliaan (Martabat)
Sehubungan dengan ini ditemukan hadis antara lain:
عن أنس ، قال : سمعت ، رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « أَكْرِمُوْا أَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُوْا آدَابَهُمْ. رواه القضائى
Dari Anas, saya mendengarkan Rasulullah saw. bersabda: muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah pendidikannya.
Hadis tersebut memang perintah kepada orangtua untuk  memuliakan dan mendidik anaknya dengan bagus, akan tetapi dapat juga kita pahami dari hadis tersebut tertuju kepada peserta didik, dimana seorang peserta didik harus memiliki kemulian atau martabat.
Adapun diantara membaguskan pendidikan anak pada hadis diatas menurut hemat pemakalah yaitu: memberikan pemahaman-pemahaman kepada anak, memberikan teladan, memilihkan lembaga pendidikan yang  baik bagi perkembangan anaknnya serta memilihkan teman sebaya yang tidak akan menjerumuskan anaknya  kepada jalan yang tidak baik.
3. Memiliki Kesamaan Derajat
Adapun kesamaan derajat yang di maksud di sini adalah tidak adanya perbedaan antara jenis kelamin, perbedaan suku, warna kulit dll dalam menuntut ilmu. Setiap manusia sama hanya saja perbedaannya pada tingkat ketakwaannya. Sebagaimana hadis Rasulullah saw, yaitu:
عَنْ جابر ابن عبد الله خطبنا ْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ « يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِىٍّ عَلَى أَعْجَمِىٍّ وَلاَ لِعَجَمِىٍّ عَلَى عَرَبِىٍّ وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ.... رواه أحمد والبيهقى
Jabir ibn Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkhutbah di depan kami pada pertengahan hari tasyri', beliau bersabda: Wahai manusia! Ketahuilah sesungguhynya Tuhanmu Esa, nenek moyangmu satu. Ketehauilah bahwa tidak ada kelebihan bagi orang Arab dari orang non Arab, tidak pula ada kelebihan orang non Arab dari orang Arab, tidk ada kelebihan orang yang berkulit merah dari yang berkulit hitam dan tidak pula sebaliknya, kecuali karena takwanya. Bukankah telah saya sampaikan?
4. Memiliki Perbedaan Kecerdasan
عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ. رواه البخارى
Diriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa Rasulullah SAW pernah berkata: “Sesungguhnya perumpamaan hidayah (petunjuk) dan ilmu Allah SWT yang menjadikan aku sebagai utusan itu seperti hujan yang turun ke Bumi. Di antara Bumi itu terdapat sebidang tanah subur yang menyerap air dan sebidang tanah itu rumput hijau tumbuh subur. Ada juga sebidang tanah yang tidak menumbuhkan apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan air. Padahal, AlIah SWT menurunkan air itu agar manusia dapat meminumnya, menghilangkan rasa haus, dan menanam. Ada juga sekelompok orang yang mempunyai tanah gersang yang tidak ada air dan tidak tumbuh apa pun di tanah itu. Gambaran tersebut seperti orang yang mempunjai ilmu agama Allah SWT dan mau memanfaatkan sesuatu yang telah menyebabkan aku diutus oleh Allab SWT kemudian orang itu mempelajari dan mengerjakannya. Dan seperti orang yang sedikitpun tidak tertarik dengan apa yang telah menjebabkan aku diutus oleh Allah SWT. Ia tidak mendapat petunjuik dari Allah SWT yang karenanya aku menjadi utusan-Nya.
Hadis ini memggambarkan perbedaan antara manusia dalam kemampuan belajar, memahami dan mengingatnya. Menurut Muhammad Utsman Najati, ketiga kemampuan ini tergolong dalam pengertian intelektualitas. berdasrkan hadis ini maka dapat di pahami bahwa intelektualitas manusia dapat di kualifikasikan dalam tiga golongan, yaitu: Seperti tanah subur, Yang berarti orang dalam golongan ini mampu belajar, menghafal, da mengajarkan ilmu yang ia miliki kepada orang lain. Seperti tanah gersang, yang berarti orang dalam golongan ini mampu menjaga dan mengajarkannya kepada orang lain, tetapi ilmu yang dia miliki tidak bermamfaat pada dirinya sendiri. Seperti tanah tandus, orang dalam golongan ini tidak tertarik , apalagi menghafal dan mengajarkan kepada orang lain.
Dengan demikian sebagai seorang pendidik memang harus bisa memahami perbedaan kecerdasaan peserta didik, sehingga pendidik dapat memilih metode, pendekatan dan media yang tepat sehingga semua peserta didik dapat mencerna materi pelajaran dengan baik. hal ini dapat dilakukan oleh pendidik dengan mengaplikasikan metode pembelajaran yang bervariasi dan media yanng  beragam.
5. Memiliki Perbedaan Emosional
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قال رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ... أَلاَ وَإِنَّ مِنْهُمُ الْبَطِىءَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الْفَىْءِ وَمِنْهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَىْءِ فَتِلْكَ بِتِلْكَ أَلاَ وَإِنَّ مِنْهُمْ سَرِيعَ الْغَضَبِ بَطِىءَ الْفَىْءِ أَلاَ وَخَيْرُهُمْ بَطِىءُ الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَىْءِ أَلاَ وَشَرُّهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ بَطِىءُ الْفَىْءِ .... رواه الترمذى
Dari Abi Sa'id al-Khudriy, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda: Ingatlah, di antara anak Nabi Adam AS itu ada yang lambat marah dan cepat terkendali. Ada pula yang cepat marah dan cepat pula terkendali. Ingatlah, di antara anak Nabi Adam AS itu ada yang cepat marah dan lambat terkendali. Ingatlah, sebaik-baik mereka ialah yang lambat marahnya dan cepat terkendalinya. Ingatlah, seburuk-buruk anak Nabi Adam ialah yang cepat marahnya dan lambat terkendalinya.
Berdasarkan hadis di atas, Muhammad Utsman Najasi mengelompokkan tingkat emosi kemarahan manusia kedalam tiga tingkatan. Pertama, orang yang emosi kemarahannya lambat, jarang mengepresikan kemarahannya, kalaupun ia marah ia akan cepat mengendalikan emosinya kemarahannya. Orang semacam ini dikategorikan sebagai manusia yang sangat mulia. Kedua,orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat tetapi ia juga cepat mengendalikannya. Ketiga, orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat muncul, dia sulit mengendalikannya kecuali dalam waktu yang lama. Orang semacam inilah dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk.
Perbedaan pada peserta didik perlu dipahami oleh seorang pendidik agar jangan terlalu gegabah dalam merespon aksi peserta didiknya. Pendidik tidak boleh mengatasi gejolak emosi peserta didik dengan luapan emosi pula. Ia harus dapat memperlihatkan kesabaran, ketulusan dan kasih sayangnya tampa menyimpan rasa dendam. Hal ini agar peserta didik bisa menghargai dan  menghormati pendidiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006
Al-Tirmiziy, Juz 3
Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 8, h. 20 dalam Al-Maktabah al-Syamilah Al-Bukhariy, Juz 3, h. 2084Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 7,     dalam  Al-Maktabah al-Syamilah
Abu Bakar, Hadis Tarbiiyah, Surabaya: al-Iklas, 1995
Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 14, dalam Al-Maktabah al- syamilah
 Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 4, h. 141Ahmad Ibn Hanbal, Op.cit., Juz 49, h. 425, dalam Al-Maktabah al-SyamilahAl-Bukhariy, Op.cit.,  juz 1, h. 532A-Qadha'iy, Musnad al-Syihab al-Qadha'iy, juz 3, dalam al-Maktabah al-Syamilah
Ahmad ibn Hanbal, Op.cit., Juz 51, dalam al-Maktabah al-Syamilah

Al-Bukhariy, Juz 1,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar